Laman

Rabu, 20 Februari 2013

Novi

Hari libur aku bingung mau kemana. Akhirnya kuputuskan mengikuti saja kemana kaki ini melangkah. Akhirnya menjelang siang aku terdampar di Pasar Minggu. Namanya juga tanpa tujuan, hanya mengikuti kemana kaki melangkah, aku juga tidak tahu mengapa aku sampai ke sini.
Tiba-tiba saja perutku berteriak minta diisi. Kuputuskan untuk ke rumah makan terdekat. Kulihat ada Es Teler 77. Aku masuk, pesan makan dan cari tempat duduk. Setelah celingukan ke sana kemari ternyata hanya tinggal satu tempat duduk saja yang kosong.
Akupun menuju ke sana. Kulihat di depanku ada seorang Ibu, tiga puluh lima tahunan kukira, sedang asyik menikmati makanannya.
"Permisi Bu, boleh saya duduk di sini?" tanyaku. Basa-basi yang tidak perlu sebenarnya. Toh aku makan di sini juga bayar. Tapi memang basa-basi kadang perlu dan juga menguntungkan.
"Silakan. Silakan saja, tempat itu kosong kok," katanya ramah.
"Mari Bu, saya makan," kataku lagi.
Ibu tadi tidak menjawab, hanya dengan isyarat mempersilakan aku untuk makan.
Aku makan dengan cepat dan segera semangkuk bakso telah habis tidak bersisa. Mangkuknya pun mungkin sudah tidak perlu dicuci lagi karena benar-benar tidak ada sisa sedikitpun. Ibu di depanku tadi memperhatikanku makan. Mungkin dia heran, ini orang kelaparan dari negeri mana tersesat sampai Pasar Minggu. Es kelapa yang menemani bakso pun mulai kuminum.
Kulihat wanita itu mengeluarkan sebungkus rokok putih dan mengeluarkan sebatang.
"Merokok?" katanya menawariku.
"Terima kasih, saya tidak merokok," kataku.
Aku memang bukan perokok, paling kalau lagi kepingin sekali mau merokok minta saja sama teman. Aku sedapat mungkin tidak usah membeli rokok. Bukan masalah uangnya. Aku takut sekali aku membeli rokok, maka berikutnya aku jadi terbiasa membeli rokok, kecanduan dan tidak bisa meninggalkan rokok. Kalau minta teman paling hanya sebatang saja, lebih dari itu malu dong.
Nikmat sekali kelihatannya wanita itu merokoknya. Dari caranya menghisap asap rokok kelihatannya dia memang seorang perokok berat. Kuamati bentuk tubuh dan wajahnya sekilas mirip dengan artis Misye Arsita, hanya saja ia sedikit lebih tinggi dan gemuk. Oke juga.
"Dari mana dan mau ke mana Bu?" tanyaku iseng.
"Jalan-jalan aja. Sebentar mau ke Blok M," jawabnya ramah. "Kalau anda ini mau ke mana?" ia balas bertanya.
"Sama. Cuma jalan-jalan. Hari libur pas lagi nggak punya acara," jawabku.
Akhirnya dari sekedar basa-basi kamipun ngobrol lebih jauh. Namanya Novi, tinggal di Depok. Suaminya PNS, menjabat sebagai salah satu Kepala Seksi di sebuah kantor pelayanan pajak di Jakarta.
"Kalau boleh tahu ada acara apa ke Blok M?" tanyaku.
"Jam dua nanti ada acara demo tata rias wajah dari sebuah perusahaan kosmetik".
"Ehmm, boleh saya temani ke Blok M. Saya juga lagi nggak ada kegiatan".
"Boleh aja. Asal nggak ngeganggu acaramu".
"Mau berangkat sekarang? Agak terlalu cepat, tapi lebih baik nunggu di sana sambil cuci mata di Blok M Plaza".
"Boleh, ayo kita berangkat".
Kami menyetop taksi dan segera naik.
"Blok M, Bang," kataku kepada sopir taksi.
"Baik Pak," katanya sambil menghidupkan argo.
Di perjalanan aku sengaja duduk agak merapat ke Novi sambil mengobrol. Dengan gerakan yang halus kuposisikan sikuku mendekat ke dadanya. Ketika taksi direm dengan mendadak maka dadanya menekan tanganku. Ia diam saja. Tes pertama lolos. Dengan lebih berani kudorong sikuku sampai menyentuh dadanya dan kutekan pelan. Ia masih diam saja. Kupegang tangannya yang ada di pahanya, kubalik telapak tangannya dan kumainkan jarinya. Ia tersenyum. Sebuah permulaan yang baik, pikirku. Akhirnya di sepanjang perjalanan tanganku terus menyikut dadanya, jariku meremas jarinya dan mempermainkan telapak tangannya.
Tak lama kemudian kami sampai di Blok M. Waktu masih menunjukkan jam satu siang. Masih ada waktu sejam lagi. Kami keliling-keliling dan sekedar lihat-lihat pakaian saja. Sebentar kemudian ia mengajakku masuk di sebuah restoran di lantai dasar. Kami hanya pesan kopi saja. Kembali Novi mengeluarkan rokok, menyalakan dan mengisapnya dalam-dalam.
"Sorry, aku merokok," katanya.
Aku hanya mengangkat bahu. Hak dia untuk merokok, meskipun aku kurang sreg juga berada di dekat seorang wanita yang merokok. Bagaimanapun juga menurutku wanita yang merokok di tempat umum terlihat kurang baik. Ia nampaknya tahu jalan pikiranku."Kamu malu berada di dekat wanita yang merokok?"
"Ah nggak kok. Silakan saja dihabiskan rokoknya".
Ia memainkan rokok dengan bibirnya. Tiba-tiba terlintas di pikiranku andai saja rokokku, yang tembakaunya di luar, diisapnya. Tentulah nikmat sekali.
Menjelang jam dua kuantar ia ke tempat diadakan demo. Ada beberapa wanita dari semua golongan umur yang kelihatannya juga akan mengikuti demo rias wajah ini. Jam dua lewat sepuluh belum juga ada tanda-tanda demo akan dimulai. Sebentar kemudian ada seorang wanita dengan seragam dan riasan wajah yang rapi memberikan pengumuman bahwa demo hari ini tidak jadi diadakan, diundur minggu depan. Wanita tadi berkali-kali minta maaf kepada calon peserta yang sudah menunggu. Novi kelihatan agak kesal juga dengan pembatalan ini.
"Sudahlah, minggu depan pasti diadakan," kataku. "Sekarang Novi mau ke mana? Pulang?" tanyaku.
"Nggak ah. Tanggung mau pulang. Enaknya kemana ya?" ia ganti bertanya.
Kuajak ia ke Studio 21 di Blok M Plaza. Kami ke sana dan ternyata ia tidak berminat untuk nonton. Akhirnya kami hanya duduk-duduk saja di lobby.
"Kemana sekarang?" tanyaku.
"Entahlah. Terserah Anto saja".
"Engghh, bagaimana kalau kita cari tempat yang enak buat istirahat dan ngobrol?" tanyaku mulai mengarah.
"Maksudmu?" katanya dengan senyum menggoda. Aku tahu pasti bahwa ia sebenarnya sudah tahu arah pembicaraanku.
"Kita check in yuk!" ajakku to the point.
Tanpa menjawab ia langsung berdiri dan menarik tanganku. Sejauh ini sudah 99%, sekarang tinggal selangkah lagi menambah 1% nya dengan mencari tempat yang empuk agar genap menjadi 100%.
Kamipun segera menuju sebuah hotel yang cukup tenang di bilangan Kebayoran Baru. Setelah menyelesaikan segala sesuatunya kamipun menuju ke kamar. Lengannya menggandeng tanganku dengan mesra.
Begitu masuk kamar dan pintu belum tertutup dengan sempurna Novi segera menghujani wajahku dengan ciuman. Tinggi badannya 161 cm. Ia memelukku dengan erat. Dadanya yang 36 sengaja ditekankan ke dadaku. Terasa lembut menekan ke dadaku. Kepalanya disandarkan ke bahuku.
"Aku suka dengan keberanian dan caramu. Kamu halus tetapi to the point. Ayo, sekarang aku akan lihat kemampuanmu di atas ranjang," katanya sambil mencium bibirku.
Tangannya kemudian membuka baju lalu kemudian celanaku. Kini aku tinggal mengenakan celana dalam. Dengan cepat baju dan celananyapun segera merosot ke lantai. Tangannya menyelinap ke balik celana dalamku dan mulai mengelus penisku. Kontan saja penisku yang sudah sejak tadi ingin segera bertempur langsung bereaksi. Sambil terus berciuman, sebentar kemudian sisa kain di tubuh kamipun segera tanggal.
Novi mendorong tubuhku ke ranjang dan segera menerkamku dengan ciuman yang ganas. Aku membalas dengan tak kalah ganas. Bibirnya bergeser ke bawah dan ia mencium dan menjilat leherku. Aku menggelinjang penuh nikmat.
Napas kami mulai memburu. Sambil menciumi dan mengecup dadaku, Novi memelukku erat. Kulihat buah dadanya yang kenyal dan padat dihiasi dengan puting kecil yang berwarna merah muda menantangku untuk segera mengulumnya. Payudara kusedot, kukulum dan kuremas secara bergantian. Tangan kiriku mengusap-usap pipinya dan bahunya dengan lembut.
Novi mengerang dan merintih ketika putingnya kugigit kecil dan kujilat-jilat.
"Ououououhh.. Nghgghh, .. Ouuhh.. Anto"
Payudaranya kukulum habis sampai semuanya masuk ke mulutku. Novi menjilati telingaku. Akupun terangsang dengan hebat. Penisku sudah mengeras siap untuk berperang.
Novi melepaskan diri dari pelukanku dan kini ia menjilati dan menciumi tubuhku. Dari leherku bibirnya kemudian menyusuri dadaku, dan ".. Oukhh, Novi.. Yachh.." aku mengerang ketika mulutnya menjilati putingku. Kutolak tubuhnya karena tak tahan dengan rangsangan yang diberikan pada putingku dan kemudian kugulingkan ke samping.
Bibirku menyambar bibirnya. Kudorong lidahku menggelitik mulutnya. Lidahku kemudian disedotnya. Tangannya menjelajah ke selangkanganku dan kemudian mengocok penisku. Penisku semakin tegang dan besar.
"Puaskan aku. Bawa aku masuk dalam gelombang kenikmatan.." ia merintih. Kugulingkan lagi badannya sampai ia berada di bawahku. Tidak lama kemudian tangannya menggenggam erat penisku. Kurasakan pantat dan pinggul Novi bergerak-gerak menggesek penisku. Penisku kemudian dituntunnya masuk ke dalam lubang kenikmatannya. Terasa licin dan basah.
"Akhh.. Oukkhh" Novi mendongakkan kepalanya dan memberikan kesempatan kepadaku untuk menjilat dan menciumi lehernya yang tepat di depanku. Ia memutarkan pantatnya dan dengan satu hentakan keras ke bawah akhirnya semua batang penisku sudah terbenam dalam vaginanya.
Pinggulku bergerak naik turun menimba kenikmatan. Kadang gerakanku kuubah menjadi ke kanan ke kiri atau berputar berlawanan dengan arah putaran pantatnya. Sesekali gerakanku agak pelan dan kuangkat pantatku sampai penisku keluar dan segera kumasukkan lagi. Kadang juga pantatku naik tidak terlalu tinggi, hanya kepala penisku yang berada di bibir guanya dan kemudian dengan cepat kuturunkan pantatku hingga seluruh batang penisku tenggelam ke dalam liang nikmatnya
Punggungnya naik dengan bertopang pada sikunya. Kuisap puting buah dadanya yang sudah mengeras. Gerakanku menjadi semakin liar dan kasar. Tangannya kini memeluk punggungku dan dadanya merapat pada dadaku. Tangannya meremas dan menjambak rambutku, mulutnya merintih dan mengerang keras.
"Anto.. Ouhh Anto, aku mau nyampai, aku mau kelu.. Ar"
"Sshh.. Shh"
"Anto sekarang ouhh.. Sekarang" ia memekik.
Tubuhnya mengejang rapat diatasku dan kakinya membelit kakiku. Mulutnya mencari-cari mulutku dan kusambar agar ia tidak merintih terlalu keras lagi. Vaginanya berdenyut kuat sekali. Akupun merasakan akan menggapai kenikmatan dan kutekan pantatku ke bawah dengan keras hingga penisku mentok ke dinding rahimnya.
"Akhkhkh Novi.. Aku cum.. Keluar," kumuntahkan cairan maniku ke dalam vaginanya. Terasa banyak sekali dan meleleh keluar sampai menetes di sprei.
Tubuhku melemas di atas badan Novi. Keringat kami bagaikan diperas, menitik di sekujur tubuh. Kemaluanku yang masih menegang kubiarkan tetap di dalam vaginanya dan beberapa saat akhirnya mengecil dan terlepas sendiri.
Sambil beristirahat Novi bercerita bahwa sebenarnya dalam hal kualitas hubungan intim dengan suaminya ia cukup puas. Namun secara kuantitas ia merasa masih kurang. Ia tertarik padaku ketika bertemu di Es Teler 77 tadi dan ternyata ia tidak bertepuk sebelah tangan. Kalaupun aku tidak memulai pembicaraan, rencananya ia yang akan mengarahkan pembicaraan untuk mengajakku bercinta.
Akhirnya kami bangun setelah napas kami menjadi teratur. Kami segera masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri. Sambil membersihkan diri tangannya mengembara ke selangkanganku, meremas, mengurut dan mengocok penisku dengan busa sabun. Perlahan namun pasti penisku semakin membesar dan mengeras lagi. Dibersihkannya busa sabun di penisku dengan air. Dalam keadaan basah kami berciuman dan saling memagut.
Kami mulai terangsang dan tubuh kami mulai hangat. Detak jantung mulai cepat dan napas menjadi berat. Kududukan dia di atas bak air di dalam kamar. Kini kami lebih leluasa mengeksplorasi tubuh kami. Tangannya masih juga bermain di bawah perutku. Tanganku meremas payudaranya, memilin putingnya. Kutarik pantatnya sedikit ke depan sehingga posisinya berada di bibir bak air. Tangannya membantuku memasukkan penisku ke vaginanya dalam posisi berdiri. Ia menggerak-gerakkan pantatnya untuk membantu usahaku. Digesekkan kepala penisku pada bibir vaginanya. Setelah cukup pelumasan ia berbisik "Dorong To.. Dorong". Kudorong pantatku dengan pelan dan akhirnya batang penisku bisa masuk dengan lancar ke dalam guanya.
Aku mulai bergerak maju mundur untuk meraih kenikmatan. Kakinya membelit pinggangku. Sampai beberapa menit aku masih bertahan pada posisi berdiri. Kakiku sudah mulai gemetar menahan berat tubuhku. Kuangkat tubuhnya kemudian kuhimpitkan dia ke dinding. Sebelah kakinya kuangkat ke pinggulku. Dengan berciuman dan meremas payudaranya aku tetap menggenjot vaginanya. Penisku terlepas dan aku mengalami kesulitan untuk memasukkannya lagi.
Kudorong dia sambil tetap berpelukan dan berciuman kembali ke kamar. Sampai kamar kulepaskan pelukanku dan kubaringkan tubuhnya yang montok ke ranjang. Sebentar kemudian kami kembali bergumul untuk saling memberi dan menerima kenikmatan. Namun penisku belum masuk ke dalam vaginanya.
Novi kini berada di atas tubuhku. Kepala Novi ke bawah, ke perut dan terus ke bawah. Digigitnya penisku dengan gigitan kecil di sepanjang batangnya. Novi memandangku dan aku menarik buah zakarku sehingga batang penisku juga tertarik dan berdiri tegak menantang. Aku memberi isyarat ketika kepalanya ada di atas selangkanganku. Kepalanya kemudian bergerak ke bawah. Ia mengisap-isap kepala penisku dan menjilatinya.
Tiba-tiba tubuhku tersentak ketika lidah Novi menjilat lubang kencingku. Kulihat Novi dengan asyiknya menjilat, menghisap dan mengulum kepala penisku. Ia tidak memasukkan seluruh batang penisku ke dalam mulutnya, melainkan hanya kepala penisku saja yang menjadi areal kerjanya.
Kutarik tubuhnya sehingga Novi kini berada di bawahku. Novi memelukku dan menciumi daun telingaku. Aku merinding. Dadanya yang kencang dan padat menekan dadaku. Kucium bibirnya dan kuremas buah dadanya.
"Ouhh ayo To.. Aku.. Masukkan.. Ayo masukkan.."
Aku menurunkan pantatku dan segera penisku sudah tengelam dalam lubangnya.

"Enak sekali Anto, aku.. Oukhh"
Ia memekik kecil, lalu kutekan kemaluanku sampai amblas. Tangannya mencengkeram punggungku. Tidak terdengar suara apapun dalam kamar selain deritan ranjang dan lenguhan kami.
Kucabut kemaluanku, kukeraskan ototnya dan kutahan. Pelan-pelan kumasukkan kepalanya saja ke bibir gua yang lembab dan merah. Novi terpejam menikmati permainanku pada bibir kemaluannya.
".. Hggk..". Dia menjerit tertahan ketika tiba-tiba kusodokkan kemaluanku sampai mentok ke rahimnya. Kumaju mundurkan dengan pelan setengah batang sampai lima kali kemudian kusodokkan dengan kuat sampai semua batangku amblas. Novi menggerakkan pinggulnya memutar dan naik turun sehingga kenikmatan yang luar biasa sama-sama kami rasakan. Penisku seperti dipelintir rasanya. Kusedot payudaranya dan kumainkan putingnya dengan lidahku.
Novi seperti mau berteriak dan menahan sesuatu perasaan yang sukar untuk dilukiskan. Ia memukul-mukul dadaku dengan histeris.
"Auuhkhh.. Terus.. Teruskan.. Anto.. Enak sekali.. Ooh"
Kini kakiku menjepit kakinya. Ternyata vaginanya nikmatnya memang luar biasa, meskipun agak becek namun gerakan memutarnya seperti menyedot penisku.
Aku mulai menggenjot lagi. Novi seperti seekor singa liar yang tidak terkendali. Keringat membanjiri tubuh kami. Kupacu Novi melewati padang rumput dan mendaki lereng terjal penuh kenikmatan. Kami saling meremas, memagut, dan mencium.
Kubuka lagi kedua kakinya, kini betisnya melilit di betisku. Matanya merem melek. Aku siap untuk memancarkan spermaku.
"Novi, aku mau keluar.. Sebentar lagi Nov.. Aku mau..".
"Kita sama-sama, Ouououhh..". Novi melenguh panjang.
"Sekarang Nov. Ayo sekarang.. Ouuhh.. Novi" Aku mengerang ketika spermaku muntah dari ujung penisku.
"Anto.. Agghh" kakinya menjepit kakiku dan menarik kakiku sehingga kejantananku tertarik mau keluar.
Aku menahan agar posisi kemaluanku tetap dalam vaginanya. Matanya terbuka lebar, tangannya mencakar punggungku, mulutnya menggigit dadaku sampai merah. Kemaluan kami saling membalas berdenyut sampai beberapa detik. Setelah beberapa saat kemudian keadaan menjadi sepi dan hening.
Sejam kemudian kami check out dari hotel dan berjanji nanti jika ada hari libur nasional berpacu lagi untuk menuntaskan birahi. Kuberikan nomor telepon kantorku agar memudahkan ia menghubungiku sewaktu-waktu.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar