Hari libur aku bingung mau kemana. Akhirnya kuputuskan
mengikuti saja kemana kaki ini melangkah. Akhirnya menjelang siang aku
terdampar di Pasar Minggu. Namanya juga tanpa tujuan, hanya mengikuti kemana
kaki melangkah, aku juga tidak tahu mengapa aku sampai ke sini.
Tiba-tiba saja perutku berteriak minta diisi.
Kuputuskan untuk ke rumah makan terdekat. Kulihat ada Es Teler 77. Aku masuk,
pesan makan dan cari tempat duduk. Setelah celingukan ke sana kemari ternyata
hanya tinggal satu tempat duduk saja yang kosong.
Akupun menuju ke sana. Kulihat di depanku ada seorang
Ibu, tiga puluh lima tahunan kukira, sedang asyik menikmati makanannya.
"Permisi Bu, boleh saya duduk di sini?"
tanyaku. Basa-basi yang tidak perlu sebenarnya. Toh aku makan di sini juga
bayar. Tapi memang basa-basi kadang perlu dan juga menguntungkan.
"Silakan. Silakan saja, tempat itu kosong
kok," katanya ramah.
"Mari Bu, saya makan," kataku lagi.
Ibu tadi tidak menjawab, hanya dengan isyarat mempersilakan
aku untuk makan.
Aku makan dengan cepat dan segera semangkuk bakso
telah habis tidak bersisa. Mangkuknya pun mungkin sudah tidak perlu dicuci lagi
karena benar-benar tidak ada sisa sedikitpun. Ibu di depanku tadi
memperhatikanku makan. Mungkin dia heran, ini orang kelaparan dari negeri mana
tersesat sampai Pasar Minggu. Es kelapa yang menemani bakso pun mulai kuminum.
Kulihat wanita itu mengeluarkan sebungkus rokok putih
dan mengeluarkan sebatang.
"Merokok?" katanya menawariku.
"Terima kasih, saya tidak merokok," kataku.
Aku memang bukan perokok, paling kalau lagi kepingin
sekali mau merokok minta saja sama teman. Aku sedapat mungkin tidak usah
membeli rokok. Bukan masalah uangnya. Aku takut sekali aku membeli rokok, maka
berikutnya aku jadi terbiasa membeli rokok, kecanduan dan tidak bisa
meninggalkan rokok. Kalau minta teman paling hanya sebatang saja, lebih dari
itu malu dong.
Nikmat sekali kelihatannya wanita itu merokoknya. Dari
caranya menghisap asap rokok kelihatannya dia memang seorang perokok berat.
Kuamati bentuk tubuh dan wajahnya sekilas mirip dengan artis Misye Arsita,
hanya saja ia sedikit lebih tinggi dan gemuk. Oke juga.
"Dari mana dan mau ke mana Bu?" tanyaku
iseng.
"Jalan-jalan aja. Sebentar mau ke Blok M,"
jawabnya ramah. "Kalau anda ini mau ke mana?" ia balas bertanya.
"Sama. Cuma jalan-jalan. Hari libur pas lagi
nggak punya acara," jawabku.
Akhirnya dari sekedar basa-basi kamipun ngobrol lebih
jauh. Namanya Novi, tinggal di Depok. Suaminya PNS, menjabat sebagai salah satu
Kepala Seksi di sebuah kantor pelayanan pajak di Jakarta.
"Kalau boleh tahu ada acara apa ke Blok M?"
tanyaku.
"Jam dua nanti ada acara demo tata rias wajah dari
sebuah perusahaan kosmetik".
"Ehmm, boleh saya temani ke Blok M. Saya juga
lagi nggak ada kegiatan".
"Boleh aja. Asal nggak ngeganggu acaramu".
"Mau berangkat sekarang? Agak terlalu cepat, tapi
lebih baik nunggu di sana sambil cuci mata di Blok M Plaza".
"Boleh, ayo kita berangkat".
Kami menyetop taksi dan segera naik.
"Blok M, Bang," kataku kepada sopir taksi.
"Baik Pak," katanya sambil menghidupkan
argo.
Di perjalanan aku sengaja duduk agak merapat ke Novi
sambil mengobrol. Dengan gerakan yang halus kuposisikan sikuku mendekat ke
dadanya. Ketika taksi direm dengan mendadak maka dadanya menekan tanganku. Ia
diam saja. Tes pertama lolos. Dengan lebih berani kudorong sikuku sampai
menyentuh dadanya dan kutekan pelan. Ia masih diam saja. Kupegang tangannya
yang ada di pahanya, kubalik telapak tangannya dan kumainkan jarinya. Ia
tersenyum. Sebuah permulaan yang baik, pikirku. Akhirnya di sepanjang
perjalanan tanganku terus menyikut dadanya, jariku meremas jarinya dan mempermainkan
telapak tangannya.
Tak lama kemudian kami sampai di Blok M. Waktu masih
menunjukkan jam satu siang. Masih ada waktu sejam lagi. Kami keliling-keliling
dan sekedar lihat-lihat pakaian saja. Sebentar kemudian ia mengajakku masuk di
sebuah restoran di lantai dasar. Kami hanya pesan kopi saja. Kembali Novi
mengeluarkan rokok, menyalakan dan mengisapnya dalam-dalam.
"Sorry, aku merokok," katanya.
Aku hanya mengangkat bahu. Hak dia untuk merokok,
meskipun aku kurang sreg juga berada di dekat seorang wanita yang merokok.
Bagaimanapun juga menurutku wanita yang merokok di tempat umum terlihat kurang
baik. Ia nampaknya tahu jalan pikiranku."Kamu malu berada di dekat wanita
yang merokok?"
"Ah nggak kok. Silakan saja dihabiskan
rokoknya".
Ia memainkan rokok dengan bibirnya. Tiba-tiba
terlintas di pikiranku andai saja rokokku, yang tembakaunya di luar, diisapnya.
Tentulah nikmat sekali.
Menjelang jam dua kuantar ia ke tempat diadakan demo.
Ada beberapa wanita dari semua golongan umur yang kelihatannya juga akan
mengikuti demo rias wajah ini. Jam dua lewat sepuluh belum juga ada tanda-tanda
demo akan dimulai. Sebentar kemudian ada seorang wanita dengan seragam dan
riasan wajah yang rapi memberikan pengumuman bahwa demo hari ini tidak jadi
diadakan, diundur minggu depan. Wanita tadi berkali-kali minta maaf kepada
calon peserta yang sudah menunggu. Novi kelihatan agak kesal juga dengan
pembatalan ini.
"Sudahlah, minggu depan pasti diadakan,"
kataku. "Sekarang Novi mau ke mana? Pulang?" tanyaku.
"Nggak ah. Tanggung mau pulang. Enaknya kemana
ya?" ia ganti bertanya.
Kuajak ia ke Studio 21 di Blok M Plaza. Kami ke sana
dan ternyata ia tidak berminat untuk nonton. Akhirnya kami hanya duduk-duduk
saja di lobby.
"Kemana sekarang?" tanyaku.
"Entahlah. Terserah Anto saja".
"Engghh, bagaimana kalau kita cari tempat yang
enak buat istirahat dan ngobrol?" tanyaku mulai mengarah.
"Maksudmu?" katanya dengan senyum menggoda.
Aku tahu pasti bahwa ia sebenarnya sudah tahu arah pembicaraanku.
"Kita check in yuk!" ajakku to the point.
Tanpa menjawab ia langsung berdiri dan menarik
tanganku. Sejauh ini sudah 99%, sekarang tinggal selangkah lagi menambah 1% nya
dengan mencari tempat yang empuk agar genap menjadi 100%.
Kamipun segera menuju sebuah hotel yang cukup tenang
di bilangan Kebayoran Baru. Setelah menyelesaikan segala sesuatunya kamipun
menuju ke kamar. Lengannya menggandeng tanganku dengan mesra.
Begitu masuk kamar dan pintu belum tertutup dengan sempurna
Novi segera menghujani wajahku dengan ciuman. Tinggi badannya 161 cm. Ia
memelukku dengan erat. Dadanya yang 36 sengaja ditekankan ke dadaku. Terasa
lembut menekan ke dadaku. Kepalanya disandarkan ke bahuku.
"Aku suka dengan keberanian dan caramu. Kamu
halus tetapi to the point. Ayo, sekarang aku akan lihat kemampuanmu di atas
ranjang," katanya sambil mencium bibirku.
Tangannya kemudian membuka baju lalu kemudian
celanaku. Kini aku tinggal mengenakan celana dalam. Dengan cepat baju dan
celananyapun segera merosot ke lantai. Tangannya menyelinap ke balik celana
dalamku dan mulai mengelus penisku. Kontan saja penisku yang sudah sejak tadi
ingin segera bertempur langsung bereaksi. Sambil terus berciuman, sebentar
kemudian sisa kain di tubuh kamipun segera tanggal.
Novi mendorong tubuhku ke ranjang dan segera
menerkamku dengan ciuman yang ganas. Aku membalas dengan tak kalah ganas.
Bibirnya bergeser ke bawah dan ia mencium dan menjilat leherku. Aku
menggelinjang penuh nikmat.
Napas kami mulai memburu. Sambil menciumi dan mengecup
dadaku, Novi memelukku erat. Kulihat buah dadanya yang kenyal dan padat dihiasi
dengan puting kecil yang berwarna merah muda menantangku untuk segera
mengulumnya. Payudara kusedot, kukulum dan kuremas secara bergantian. Tangan kiriku
mengusap-usap pipinya dan bahunya dengan lembut.
Novi mengerang dan merintih ketika putingnya kugigit
kecil dan kujilat-jilat.
"Ououououhh.. Nghgghh, .. Ouuhh.. Anto"
Payudaranya kukulum habis sampai semuanya masuk ke
mulutku. Novi menjilati telingaku. Akupun terangsang dengan hebat. Penisku
sudah mengeras siap untuk berperang.
Novi melepaskan diri dari pelukanku dan kini ia
menjilati dan menciumi tubuhku. Dari leherku bibirnya kemudian menyusuri
dadaku, dan ".. Oukhh, Novi.. Yachh.." aku mengerang ketika mulutnya
menjilati putingku. Kutolak tubuhnya karena tak tahan dengan rangsangan yang
diberikan pada putingku dan kemudian kugulingkan ke samping.
Bibirku menyambar bibirnya. Kudorong lidahku
menggelitik mulutnya. Lidahku kemudian disedotnya. Tangannya menjelajah ke
selangkanganku dan kemudian mengocok penisku. Penisku semakin tegang dan besar.
"Puaskan aku. Bawa aku masuk dalam gelombang
kenikmatan.." ia merintih. Kugulingkan lagi badannya sampai ia berada di
bawahku. Tidak lama kemudian tangannya menggenggam erat penisku. Kurasakan
pantat dan pinggul Novi bergerak-gerak menggesek penisku. Penisku kemudian
dituntunnya masuk ke dalam lubang kenikmatannya. Terasa licin dan basah.
"Akhh.. Oukkhh" Novi mendongakkan kepalanya
dan memberikan kesempatan kepadaku untuk menjilat dan menciumi lehernya yang
tepat di depanku. Ia memutarkan pantatnya dan dengan satu hentakan keras ke
bawah akhirnya semua batang penisku sudah terbenam dalam vaginanya.
Pinggulku bergerak naik turun menimba kenikmatan.
Kadang gerakanku kuubah menjadi ke kanan ke kiri atau berputar berlawanan
dengan arah putaran pantatnya. Sesekali gerakanku agak pelan dan kuangkat
pantatku sampai penisku keluar dan segera kumasukkan lagi. Kadang juga pantatku
naik tidak terlalu tinggi, hanya kepala penisku yang berada di bibir guanya dan
kemudian dengan cepat kuturunkan pantatku hingga seluruh batang penisku tenggelam
ke dalam liang nikmatnya
Punggungnya naik dengan bertopang pada sikunya. Kuisap
puting buah dadanya yang sudah mengeras. Gerakanku menjadi semakin liar dan
kasar. Tangannya kini memeluk punggungku dan dadanya merapat pada dadaku.
Tangannya meremas dan menjambak rambutku, mulutnya merintih dan mengerang
keras.
"Anto.. Ouhh Anto, aku mau nyampai, aku mau kelu..
Ar"
"Sshh.. Shh"
"Anto sekarang ouhh.. Sekarang" ia memekik.
Tubuhnya mengejang rapat diatasku dan kakinya membelit
kakiku. Mulutnya mencari-cari mulutku dan kusambar agar ia tidak merintih
terlalu keras lagi. Vaginanya berdenyut kuat sekali. Akupun merasakan akan
menggapai kenikmatan dan kutekan pantatku ke bawah dengan keras hingga penisku
mentok ke dinding rahimnya.
"Akhkhkh Novi.. Aku cum.. Keluar,"
kumuntahkan cairan maniku ke dalam vaginanya. Terasa banyak sekali dan meleleh
keluar sampai menetes di sprei.
Tubuhku melemas di atas badan Novi. Keringat kami
bagaikan diperas, menitik di sekujur tubuh. Kemaluanku yang masih menegang
kubiarkan tetap di dalam vaginanya dan beberapa saat akhirnya mengecil dan
terlepas sendiri.
Sambil beristirahat Novi bercerita bahwa sebenarnya
dalam hal kualitas hubungan intim dengan suaminya ia cukup puas. Namun secara
kuantitas ia merasa masih kurang. Ia tertarik padaku ketika bertemu di Es Teler
77 tadi dan ternyata ia tidak bertepuk sebelah tangan. Kalaupun aku tidak
memulai pembicaraan, rencananya ia yang akan mengarahkan pembicaraan untuk
mengajakku bercinta.
Akhirnya kami bangun setelah napas kami menjadi
teratur. Kami segera masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri. Sambil
membersihkan diri tangannya mengembara ke selangkanganku, meremas, mengurut dan
mengocok penisku dengan busa sabun. Perlahan namun pasti penisku semakin
membesar dan mengeras lagi. Dibersihkannya busa sabun di penisku dengan air.
Dalam keadaan basah kami berciuman dan saling memagut.
Kami mulai terangsang dan tubuh kami mulai hangat.
Detak jantung mulai cepat dan napas menjadi berat. Kududukan dia di atas bak
air di dalam kamar. Kini kami lebih leluasa mengeksplorasi tubuh kami.
Tangannya masih juga bermain di bawah perutku. Tanganku meremas payudaranya,
memilin putingnya. Kutarik pantatnya sedikit ke depan sehingga posisinya berada
di bibir bak air. Tangannya membantuku memasukkan penisku ke vaginanya dalam
posisi berdiri. Ia menggerak-gerakkan pantatnya untuk membantu usahaku.
Digesekkan kepala penisku pada bibir vaginanya. Setelah cukup pelumasan ia
berbisik "Dorong To.. Dorong". Kudorong pantatku dengan pelan dan
akhirnya batang penisku bisa masuk dengan lancar ke dalam guanya.
Aku mulai bergerak maju mundur untuk meraih
kenikmatan. Kakinya membelit pinggangku. Sampai beberapa menit aku masih
bertahan pada posisi berdiri. Kakiku sudah mulai gemetar menahan berat tubuhku.
Kuangkat tubuhnya kemudian kuhimpitkan dia ke dinding. Sebelah kakinya kuangkat
ke pinggulku. Dengan berciuman dan meremas payudaranya aku tetap menggenjot
vaginanya. Penisku terlepas dan aku mengalami kesulitan untuk memasukkannya
lagi.
Kudorong dia sambil tetap berpelukan dan berciuman
kembali ke kamar. Sampai kamar kulepaskan pelukanku dan kubaringkan tubuhnya
yang montok ke ranjang. Sebentar kemudian kami kembali bergumul untuk saling
memberi dan menerima kenikmatan. Namun penisku belum masuk ke dalam vaginanya.
Novi kini berada di atas tubuhku. Kepala Novi ke
bawah, ke perut dan terus ke bawah. Digigitnya penisku dengan gigitan kecil di
sepanjang batangnya. Novi memandangku dan aku menarik buah zakarku sehingga
batang penisku juga tertarik dan berdiri tegak menantang. Aku memberi isyarat
ketika kepalanya ada di atas selangkanganku. Kepalanya kemudian bergerak ke
bawah. Ia mengisap-isap kepala penisku dan menjilatinya.
Tiba-tiba tubuhku tersentak ketika lidah Novi menjilat
lubang kencingku. Kulihat Novi dengan asyiknya menjilat, menghisap dan mengulum
kepala penisku. Ia tidak memasukkan seluruh batang penisku ke dalam mulutnya,
melainkan hanya kepala penisku saja yang menjadi areal kerjanya.
Kutarik tubuhnya sehingga Novi kini berada di bawahku.
Novi memelukku dan menciumi daun telingaku. Aku merinding. Dadanya yang kencang
dan padat menekan dadaku. Kucium bibirnya dan kuremas buah dadanya.
"Ouhh ayo To.. Aku.. Masukkan.. Ayo
masukkan.."
Aku menurunkan pantatku dan segera penisku sudah
tengelam dalam lubangnya.
"Enak sekali Anto, aku.. Oukhh"
"Enak sekali Anto, aku.. Oukhh"
Ia memekik kecil, lalu kutekan kemaluanku sampai
amblas. Tangannya mencengkeram punggungku. Tidak terdengar suara apapun dalam
kamar selain deritan ranjang dan lenguhan kami.
Kucabut kemaluanku, kukeraskan ototnya dan kutahan.
Pelan-pelan kumasukkan kepalanya saja ke bibir gua yang lembab dan merah. Novi
terpejam menikmati permainanku pada bibir kemaluannya.
".. Hggk..". Dia menjerit tertahan ketika
tiba-tiba kusodokkan kemaluanku sampai mentok ke rahimnya. Kumaju mundurkan
dengan pelan setengah batang sampai lima kali kemudian kusodokkan dengan kuat
sampai semua batangku amblas. Novi menggerakkan pinggulnya memutar dan naik
turun sehingga kenikmatan yang luar biasa sama-sama kami rasakan. Penisku
seperti dipelintir rasanya. Kusedot payudaranya dan kumainkan putingnya dengan
lidahku.
Novi seperti mau berteriak dan menahan sesuatu
perasaan yang sukar untuk dilukiskan. Ia memukul-mukul dadaku dengan histeris.
"Auuhkhh.. Terus.. Teruskan.. Anto.. Enak
sekali.. Ooh"
Kini kakiku menjepit kakinya. Ternyata vaginanya
nikmatnya memang luar biasa, meskipun agak becek namun gerakan memutarnya
seperti menyedot penisku.
Aku mulai menggenjot lagi. Novi seperti seekor singa
liar yang tidak terkendali. Keringat membanjiri tubuh kami. Kupacu Novi
melewati padang rumput dan mendaki lereng terjal penuh kenikmatan. Kami saling
meremas, memagut, dan mencium.
Kubuka lagi kedua kakinya, kini betisnya melilit di
betisku. Matanya merem melek. Aku siap untuk memancarkan spermaku.
"Novi, aku mau keluar.. Sebentar lagi Nov.. Aku
mau..".
"Kita sama-sama, Ouououhh..". Novi melenguh
panjang.
"Sekarang Nov. Ayo sekarang.. Ouuhh.. Novi"
Aku mengerang ketika spermaku muntah dari ujung penisku.
"Anto.. Agghh" kakinya menjepit kakiku dan
menarik kakiku sehingga kejantananku tertarik mau keluar.
Aku menahan agar posisi kemaluanku tetap dalam
vaginanya. Matanya terbuka lebar, tangannya mencakar punggungku, mulutnya
menggigit dadaku sampai merah. Kemaluan kami saling membalas berdenyut sampai
beberapa detik. Setelah beberapa saat kemudian keadaan menjadi sepi dan hening.
Sejam kemudian kami check out dari hotel dan berjanji
nanti jika ada hari libur nasional berpacu lagi untuk menuntaskan birahi.
Kuberikan nomor telepon kantorku agar memudahkan ia menghubungiku
sewaktu-waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar