Mulai bulan ini aku mendapat
tugas ke lapangan di Pulau Kalimantan untuk menjadi care taker site manager
untuk proyek pembuatan jalan propinsi. Site manager yang lama terkena kasus
penggelapan uang perusahaan dan sudah diselesaikan secara intern perusahaan.
Sebenarnya aku belum terlalu pas untuk posisi ini. Namun karena sudah tidak ada
lagi person yang bisa dan siap dikirim, maka akhirnya pilihan itu jatuh
kepadaku. Aku harus mengepalai dan mengatur segala sesuatu di lapangan sampai
perusahaan mendapatkan orang yang cocok untuk menduduki posisi ini.
Sudah dua minggu aku di
lapangan. Rasanya enjoy saja. Hitung-hitung refreshing melepaskan diri dari
kesibukan dan rutinitas Jakarta. Lokasi camp tidak jauh dari kampung terdekat,
hanya sekitar 500 m. Camp kami terdiri dari kurang lebih tigapuluh barak untuk
keluarga dan bujangan. Sebenarnya aku mempunyai hak untuk menempati mess
Direksi. Namun karena sepi tidak ada teman, maka aku lebih banyak tidur di mess
bujangan. Dari delapan kamar hanya ada sekitar lima orang yang tidur secara
tetap di mess bujangan. Aku mengambil kamar paling belakang.
Di belakang mess bujangan
terdapat rumah seorang warga yang menjadi sub kontraktor untuk
pekerjaan-pekerjaan yang dapat dikerjakan dengan tenaga manusia. Kami biasa memanggilnya
dengan nama Pak Joko. Aliran listrik di rumah Pak Joko mengambil dari aliran
listrik camp. Aku belum pernah melihat istrinya dari dekat, namun kulihat
sekilas ia bertubuh kecil dan berkulit putih bersih.
Untuk mengisi waktu senggang
dan membunuh rasa sepi maka hampir tiap malam aku ada di kantor ditemani dengan
radio dua meteran. Mulanya agak canggung, namun kemudian asyik juga rasanya
bisa berkomunikasi dengan breaker lokal di sana. Kalau sudah bosan nge-break
paling-paling nonton televisi. Tidak ada hiburan lainnya. Ibukota propinsi
jaraknya kurang lebih 300 km dari site.
Suatu malam ketika aku sedang
cuap-cuap di depan radio, tiba-tiba ada suara wanita yang menyela masuk dan
kemudian mengajakku berpindah jalur. Setelah berpamitan dengan warga yang masih
aktif kamipun berpindah ke frekuensi yang ditentukannya.
"Malam, Ageng,"
suara wanita tadi menyapaku. Aku menggunakan nama Ageng untuk nge-break di
sini. Aku pilih nama itu asal saja, karena enak didengar dan mudah diingat.
Tidak ada maksud tertentu.
"Malam, ini siapa
ya?" tanyaku penasaran.
"Penasaran ya? Ini
Lisa," ia menjawab.
"Kalau boleh tahu Lisa
posisi di mana?"
"Seputaran Camp..".
Ia menyebutkan camp tempatku berada.
Aku semakin penasaran, tetapi
ia tetap tidak mau menyebutkan lokasi persisnya di deretan camp yang sebelah
mana. Beberapa karyawan camp memang dibekali dengan HT untuk memudahkan
komunikasi jika mereka sedang bekerja di lapangan. Aku berpikir jangan-jangan
Lisa ini istri salah seorang karyawan camp. Aku tidak berani berbicara yang
nyerempet-nyerempet, malu khan kalau ia benar-benar istri karyawan di sini.
"Kok namanya Ageng.
Apanya yang 'ageng'?" ia berbisik. Ageng artinya besar. Suaranya sengaja
didesahkan. Busyet!! Justru ia yang mulai menggodaku. Aku tidak mau menanggapi
sebelum tahu persis siapa Lisa ini.
"Udahan ya, udah malam.
Aku mau nonton TV dulu. Cherio.. Dan 73-88," kataku sambil memutar tombol
power ke posisi off. Sekilas sebelum pesawat mati sepenuhnya kudengar Lisa
berteriak"Ageng, tunggu du..".
Dari kantor aku berjalan
kurang lebih 200 m untuk sampai di mess bujangan. Sebelum masuk ke kamar
sekilas kudengar dari rumah Pak Joko suara wanita sedang nge-break. Atau
jangan-jangan..! Ah sudahlah. Aku sudah mengantuk dan esok pagi aku harus masuk
ke lapangan untuk melihat konstruksi jembatan yang sedang dikerjakan.
Beberapa malam kemudian di
udara Lisa masih juga menggodaku dengan nada suara yang dibuat-buat dan
kata-kata yang konotatif. Aku tak tahan memendam penasaranku. Esoknya akhirnya
aku bertanya pada Pak Dan seorang karyawan yang memegang HT.
"Pak, sebentar Pak,"
kataku sambil melambaikan tangan. Pak Dan kemudian menuju ke tempatku berdiri.
"Ada apa Pak Anto?"
tanyanya heran.
"Maaf Pak, beberapa malam
saya nge-break dengan seorang perempuan bernama Lisa. Siapa dia
Pak? Istri karyawan?"
tanyaku.
"Bukan Pak. Itu kan
istrinya Pak Joko. Kenapa? Bapak digodain ya. Ia memang biasa ngomong yang
ngeres-ngeres kalau lagi di udara," kata Pak Dan.
Aku hanya menggeleng-gelengkan
kepalaku.
"Ya sudah Pak Dan.
Silakan melanjutkan pekerjaan".
Malamnya aku ketemu lagi
dengan Lisa di udara. Kembali ia mengajakku mojok ke frekuensi yang tidak
dipakai.
"Selamat malam Ageng..
Anunya", ia langsung menggodaku. Pada saat mengucapkan kata terakhir
sengaja ia menurunkan volume suaranya.
"Malam Lisa yang ge..
Lisa.. Aah. Geli dan basah," akupun balas menggodanya. Kini aku tahu siapa
dia.
"Yang dicari kan yang
bikin geli dan kalau nggak basah nanti lecet dong..," katanya lagi.
"Dan kalau nggak ageng
nggak enak dong..," kataku menimpali. Ia terkikik. Kami terus berbicara
dengan kata-kata yang nyerempet-nyerempet. Setelah beberapa lama aku tak tahan
lagi, bahaya kalau nanti aku jadi kepikiran terus dengan kata-katanya. Di ujung
kampung ada juga tempat prostitusi liar dengan belasan PSK. Namun masakan aku
harus antri di sana dan berebut dengan karyawan perusahaan kayu di sebelah dan
dengan karyawanku sendiri. Bisa jatuh merk.
Paginya aku mandi agak
kesiangan. Mess sudah sepi, semua penghuninya sudah berangkat kerja. Kamar
mandi terletak di bagian belakang mess. Karena penghuni mess semuanya
laki-laki, maka kamar mandi dibuat untuk mandi beramai-ramai. Dinding
belakangnya tidak tertutup sampai ke atas, paling hanya setinggi dua meter.
Rumah Pak Joko terlihat jelas dari kamar mandi karena memang letak rumahnya di
bagian tanah yang agak tinggi.
Aku mandi dengan santai. Siang
ini tidak ada rencana ke lapangan dan dalam briefing sore kemarin sudah
kujelaskan pekerjaan masing-masing bagian untuk hari ini. Ketika melihat ke
arah rumah Pak Joko aku tercekat ketika kulihat Lisa melihat ke arahku.
Meskipun aku mandi dengan tetap mengenakan celana dalam namun tak urung aku
merasa jengah juga ditelanjangi oleh tatapan matanya. Ia menatapku dengan
tatapan sayu dan gigi atasnya menggigit bibir bawah. Aku segera menyelesaikan
acara mandiku.
Malamnya aku duduk di teras
mess dengan beberapa warga kampung yang ikut menumpang nonton tv. Tiba-tiba
Lisa datang dengan membawa rantang dan memberikannya pada salah satu penghuni
mess. Sambil menunggu rantangnya, Lisa duduk berseberangan denganku.
"Malam Pak Anto. Lagi
santai nih?" tanyanya berbasa-basi.
"Eh.. Malam juga Bu Joko.
Yahh lagi pengen nonton TV," jawabku.
"Nggak on air malam
ini?" tanyanya lagi.
"Sebentar lagi mungkin
Bu. Nonton berita dulu sebentar".
Kupandangi istri Pak Joko ini.
Selama ini aku hanya melihatnya dari kejauhan. Tubuhnya kecil, kuperkirakan 150
cm dengan berat seimbang. Dadanya cukup besar untuk ukuran tubuhnya. Kulitnya
putih bersih.
Dari dalam mess keluar anak
yang tadi membawa rantang.
"Maaf Bu Joko, nggak ada
tempat kosong di belakang. Jadi rantangnya biar di sini dulu, besok saya
kembalikan ke rumah," katanya.
"Ya sudah. Ini tadi bikin
kolak kebanyakan. Bapaknya nggak pulang. Sayang kalau dibuang, makanya saya
bawa saja ke sini," kata Lisa sambil menatapku.
"Terima kasih kalau
begitu. Kebetulan saya juga masih lapar," kataku.
Akhirnya setelah
bercakap-cakap sebentar ia minta diri untuk pulang. Kalau di darat nada bicara
dan bahan obrolannya biasa saja, namun kalau sudah di udara. Hhhkkh bikin kita
gemas dan BT. Bawah tegang.
Beberapa malam kemudian
kulihat rantang yang dibawa Lisa masih tergeletak di meja belakang. Rupanya
anak-anak ini lupa mengembalikannya. Kurapikan rantangnya dan aku berniat untuk
mengembalikannya.
Ketika aku sampai di rumahnya
kulihat Lisa sedang duduk di teras rumah, sedang bermain dengan anaknya. Ia
terkejut, tidak menyangka kalau aku sendiri yang mengembalikan rantangnya. Ia
berdiri dan menyongsongku.
"Aduhh Pak Anto. Mestinya
biar anak-anak itu saja yang mengembalikan ke sini," katanya sambil
menerima rantang.
"Nggak apa-apa kok Bu.
Sama saja. Toh juga bukan barang yang berat untuk ditenteng," kataku.
"Masuk dulu Pak. Ini lagi
main sama Ryan"
"Oom kok nggak pernah
main ke sini sih. Om sombong deh," kata Ryan menimpali pembicaraan ibunya.
Ryan masih duduk di kelas dua SD.
"Ah nggak kok Ryan. Ini
Om kan main juga ke sini. Bapak kemana?".
"Bapak masih kerja di
dalam hutan".
Kami bertiga duduk di teras
rumahnya dan ngobrol. Ternyata nama sebenarnya adalah Arlina, namun di lingkungan
sekitar camp sampai ke kampung ia lebih tenar dengan nama udaranya, Lisa.
Sesekali Ryan memotong pembicaraan kami. Setelah lima belas menit Lisa menyuruh
Ryan masuk untuk belajar. Lisa kembali menggodaku dengan kata-kata yang
menjurus dan desahannya yang khas.
"Sudah sebulan Pak Anto
di sini. Sudah penuh dong.. Isi kantong celananya,"
"Ya, namanya juga jadi buruh. Kalau nggak begini nanti nggak makan," jawabku tanpa menanggapi godaannya.
"Ya, namanya juga jadi buruh. Kalau nggak begini nanti nggak makan," jawabku tanpa menanggapi godaannya.
Entah bagaimana mulanya Lisa
pun bercerita tentang keadaan rumah tangganya. Ia sering merasa kesepian karena
Pak Joko lebih sering berada di lapangan dan di rumah istri mudanya. Bahkan
belakangan ini ia mendengar kabar Pak Joko sudah punya simpanan lagi. Aku yang
sudah lama tidak merasakan kenikmatan bercinta, tiba-tiba saja merasa bahwa
Lisa memberikan satu peluang untukku.
Aku permisi ke kamar mandi
untuk buang air kecil. Ia mengantarku masuk ke dalam rumah dan terus ke bagian
belakang. Setelah selesai buang air kulihat Lisa sedang sibuk di dapur.
Kudekati ia dari belakang dan kupegang bahunya. Ia berbalik dan menatapku.
Kukecup bibirnya. Ia diam saja. Kukecup sekali lagi. Kali ini ia membalas
dengan lembut. Kupeluk, kepalanya kurebahkan ke dadaku dan kuusap-usap
rambutnya.
"Sudah Pak Anto. Nanti
Ryan melihat kita," katanya pelan.
Kami kembali ke depan dan kini
kulihat sorot matanya lebih bersinar. Memancarkan suatu gairah. Setengah jam
kemudian aku berpamitan pulang.
"Kalau Pak Anto
menginginkanku, kutunggu nanti malam".
"Aku tak berani. Takut
kalau nanti Pak Joko tiba-tiba datang".
"Biasanya kalau sudah
lewat jam satu malam Bapaknya tidak pulang. Nanti kalau lampu sudut rumah
kumatikan artinya Bapaknya nggak ada".
Akupun pulang dan mencoba
tidur. Tapi sulit bagiku untuk memejamkan mata. Undangan dari Lisa sungguh mengusik
pikiranku. Jam setengah dua aku terbangun dan kulihat ke belakang sudut
rumahnya terlihat gelap. Sayup-sayup kudengar breaker di radio dari dalam
rumahnya, rupanya Lisa belum tidur dan sengaja menungguku. Aku bimbang antara
ya dan tidak untuk memenuhi ajakan Lisa. Kutimbang-timbang kalaupun Pak Joko
tidak datang masih ada Ryan yang mungkin saja terbangun. Kupikir terlalu besar
resikonya. Sampai pagipun aku sulit untuk memejamkan mata. Bayangan tubuh Lisa
terus menggodaku. Tanpa kupaksa keluar dengan bantuan tanganpun esok paginya
beberapa noda berwarna putih menempel di bagian depan celana dalamku. Paginya
ia berdiri di depan rumahnya dan ketika aku mandi ia menatapku dengan pandangan
kecewa.
Suasana camp mulai terasa
ramai karena mendekati perayaan tujuh belasan. Biasanya jika tiba perayaan
tujuh belasan maka warga kampung berbaur dengan karyawan campku dan perusahaan
kayu di dekat sini untuk melaksanakan berbagai pertandingan.
Aku ikut bertanding dalam
beberapa cabang olahraga. Hanya sekedar untuk memeriahkan dan bersenang-senang
saja. Sore itu aku baru menyelesaikan satu partai tenis meja. Untuk
pertandingan tenis meja dilakukan di dalam ruangan kantor agar tidak terganggu
oleh tiupan angin. Meja-meja yang ada cukup ditumpuk di pinggir. Aku kalah straight
set, 15-21 dan 10-21. Cukup lumayan setelah lima tahun lebih tidak pernah
bermain. Kubuka bajuku dan dengan bertelanjang dada aku menyaksikan partai
berikutnya.
Kulihat Lisa juga ada di
antara para penonton. Dengan beringsut perlahan-lahan ia berpindah di dekatku.
Ia mengenakan baju hitam tipis tanpa kancing dan lengan dipadu celana panjang
strecth warna pastel. Bayangan BH-nya yang berwarna putih samar-samar kulihat
di balik baju hitamnya yang tipis.
"Hebat juga Bapak kita
ini. Mau ikut maju untuk pertandingan kelas kampung," komentarnya.
"Ah, Cuma sekedar
berpartisipasi saja kok," kataku.
"Bapaknya mana, beberapa
hari ini kok nggak kelihatan?"
Terakhir aku melihatnya
seminggu yang lalu ketika mengambil uang muka pekerjaan borongan.
"Lagi ke kota. Beli
beberapa peralatan untuk tenaga kerja. Ryan juga ikut. Ijin tidak masuk sekolah
beberapa hari".
Entah apa maksudnya mengatakan
kalau ia sendirian di rumah. Apakah ini sebuah undangan lagi?
"Kapan pulangnya?"
tanyaku meyakinkan.
"Mungkin nanti malam menjelang
dinihari. Biasanya kapal dari hilir masuk ke sini antara jam dua belas sampai
jam tiga dinihari".
Lisa menatapku dengan sorot
mata kagum. Badanku cukup besar meskipun tidak kekar. Mungkin ia kagum dengan
bulu dadaku yang cukup lebat ini. Karena sudah sore dan keringatku sudah tuntas
aku pulang ke mess dan berniat untuk mandi. Lisa mengikuti beberapa langkah di
belakangku dan ketika aku sampai di depan mess Lisa memanggilku.
"Ssstt.. Pak, Pak
Anto," bisiknya. Aku menoleh. Ia memberikan kode dengan mulutnya agar aku
ke rumahnya sekarang. Aku masuk ke dalam kamar, berganti dengan celana pendek
dan kaus lalu ke kamar mandi. Kulihat Lisa sudah menunggu di depan rumahnya. Ia
melambaikan tangan dan memberikan isyarat agar aku masuk ke rumahnya lewat
pintu belakang.
Kutimbang-timbang dan kali ini
kurasa keadaan di dalam rumahnya cukup aman. Tinggal berusaha agar tidak
ketahuan karyawan camp. Kubuka pintu belakang mess dengan pelan. Dengan
mengendap-endap aku berjalan ke arah belakang rumahnya. Ia sudah menunggu di
pintu belakang rumahnya. Dengan cepat aku menyelinap masuk ke ruang tamunya.
"Duduk dulu To," ia
menyuruhku duduk di kursi tamu. Ia sudah mulai memanggilku tanpa sebuta.
"Pak".
"Pak".
Aku duduk di atas sofa ruang
tamunya. Debaran jantungku terasa kencang, perpaduan antara nafsu dan perasaan
takut ketahuan. Lisa mengeluarkan kepalanya dari pintu depan, mengamat-amati
sekitarnya.
"Aman," gumamnya.
"Yuk kita ke kamar
saja!" ajaknya sambil menarik tanganku. Bagai kerbau dicocok hidung akupun
menurut saja. Kamarnya agak berantakan. Pakaian kotor terserak di lantai.
"Buka pakaianmu," ia
memerintahku dengan berbisik pelan. Tanpa disuruh untuk kedua kalinya dengan
cepat kulepas semua kain di badanku. Penisku yang sudah setengah berdiri segera
bergoyang-goyang.
"Hmmhh..," gumamnya
sambil mengamati penisku.
Ia menarikku ke arah ranjang,
berbaring dan minta bantuan untuk melepaskan celananya. Dengan segera kulepas
celana dan sekaligus celana dalamnya. Sejumput rambut hitam terlihat menghiasi
selangkangannya. Ketika bajunya akan kubuka ia menggeleng,"Bajunya nggak
usah".
Aku mulai naik ke atas
tubuhnya. Kucium dengan lembut. Kepalaku bergeser ke arah leher, dada dan
menggigit payudaranya yang masih tertutup bajunya. Tangannya menyingkap bajunya
ke atas dan tanganku membantu membuka kait BH-nya. Kusingkapkan cup BH-nya ke
atas. Kini payudaranya yang putih mulus dihiasi urat kebiruan menyembul keluar.
Segera kuterkam dan kuhujani dengan sedotan lembut dan jilatan pada ujung
putingnya. Ia mendesah dan memejamkan mata menikmati jilatan lidahku pada
putingnya.
Penisku dengan cepat mengeras
dan kugesekkan di atas pahanya. Diambilnya bantal untuk mengganjal pantatnya.
Tangannya dengan cepat menangkap penisku dan segera mengarahkannya ke bibir
vaginanya. Kakinya mengangkang lebar. Dengan pelan namun pasti penisku segera
saja masuk ke dalam vaginanya yang sudah licin dan basah.
"Ehmm. Untung sudah
basah, kalau tidak bisa lecet punyaku," kataku berbisik menggodanya,
mengingatkan pada gurauan kami dulu. Ia terkekeh pelan sehingga bibir di
selangkangannyapun ikut bergerak-gerak.
"Iya, ini yang bikin
gelisah. Geli dan basah," sahutnya sambil mulai menggerakkan pinggulnya.
Akupun mulai memacu hasratku
berlomba dengan gairahnya. Kali ini gairahku cepat sekali naik dengan tajam.
Mungkin karena sudah terlalu lama spermaku tidak diganti ditambah dengan adanya
rasa takut ketahuan.
Tidak sampai lima menit
tiba-tiba kurasakan aku akan sampai. Kuhentikan gerakanku.
Ia menatapku heran,
"Kenapa To? Mau keluar?" tanyanya. Aku mengangguk.
"Keluarin saja di dalam.
Nggak apa-apa," katanya pelan. Ada sedikit nada kecewa di sana.
Tanpa ada gerakan lagi penisku
segera memuntahkan cairan putih yang kental sekali. Tujuh kali aku
menyemprotkan cairanku. Terasa banyak sekali sampai mengalir keluar dari vagina
dan menetes di sprei. Lisa mendorongku dan segera melap penisku dengan handuk
kecil di dekatnya. Spermaku yang menetes di sprei juga dilapnya setelah ia
mengamati dan menyentuhkan jarinya pada cairan kental yang menempel di sprei
tersebut.
"Hmmh. Pantas saja cepat
tumpah, begitu banyak dan kental sekali. Selama di sini emangnya kamu tidak
pernah main di ujung kampung sana?" katanya pelan.
Aku menggeleng lemah. Badanku
terasa sakit namun sekaligus juga merasa ringan. Energi yang kukeluarkan kali
ini rasanya seperti aku melakukannya dalam waktu satu jam.
Kupegang dan kuremas
tangannya.
"Sorry Lis, aku tak mampu
lagi menahannya," kataku. Kujelaskan kalau memang selama di sini aku tidak
pernah menyentuh perempuan dan kali ini ditambah rasa takut ketahuan sehingga
dengan cepat aku sudah menyerah. Kukecup punggung tangannya. Ia masih
memperlihatkan raut muka kecewa, namun ia mengerti dengan keadaanku.
"Ya sudah, nanti lain
waktu kita akan lakukan lagi. Tapi kamu harus berjanji akan memuaskanku,"
katanya lagi. Kukecup keningnya, dan akupun mengenakan pakaianku dan keluar
dari pintu belakangnya kembali ke mess.
Pagi-pagi sekali Lisa
menemuiku di teras mess.
"Minggu depan aku mau ke
kota. Ada keperluan keluarga sedikit," katanya. Minggu depan? Tiba-tiba
saja aku tersadar bahwa minggu depan aku juga harus ke kantor cabang di kota
untuk mengambil gaji dan keperluan camp lainnya. Aku tersenyum sendiri.
"Kalau begitu kita
sama-sama saja. Aku juga harus ke kota. Biasa mengambil jatah," kataku.
Ia merengut, "Jatah yang mana lagi maksudmu. Bukannya tadi malam kamu sudah ambil. Kamu masih mau main lagi dengan pelacur-pelacur di kota?"
Ia merengut, "Jatah yang mana lagi maksudmu. Bukannya tadi malam kamu sudah ambil. Kamu masih mau main lagi dengan pelacur-pelacur di kota?"
Aku terkejut, mengapa ia jadi
sensitif begini. Mungkin masih ada perasaan kecewa karena gairahnya tadi malam
belum tersalurkan.
"Jangan marah-marah terus.
Aku ke kota ambil gaji karyawan dan keperluan camp". Sekejap kemudian ia
langsung tersenyum dan raut mukanya menjadi cerah.
"Asyik dong. Kita bisa
sama-sama di kota," katanya sambil memonyongkan mulutnya.
"Tapi ketemunya di
mana?" tanyanya lagi.
"Gampang saja. Nanti kamu
telpon ke kantorku atau ke mess kalau malam dan kita bisa bikin janji".
"Baiknya aku mengaku
siapa nanti kalau telepon ke kantor?" tanyanya lagi. Gara-gara semalam
nggak puas makanya perempuan ini jadi agak telmi, aku menggerutu dalam hati.
"Bilang saja kalau kamu
tanteku. Tante girang.. Gitu," jawabku asal-asalan.
"Jangan begitu," tiba-tiba nada suaranya berubah menjadi tinggi.
"Jangan begitu," tiba-tiba nada suaranya berubah menjadi tinggi.
"Sorry, sorry. Bukan itu
maksudku. Bilang saja Lisa atau siapa saja nggak masalah".
Akhirnya tiba harinya aku turun
ke kota. Lisa sudah berangkat kemarin dengan kapal sungai. Dari lokasi kerjaku
menuju ke kota memang hanya bisa ditempuh dengan menggunakan kapal sungai.
Nantinya kalau proyek yang sekarang dikerjakan perusahaanku dengan beberapa
perusahaan lain telah selesai barulah tembus jalan darat ke kota.
Sesampai di kota, aku segera
menyelesaikan urusan-urusanku menyangkut laporan penggunaan dana dan
pengajuannya, progress report pekerjaan dan detail lainnya yang diperlukan.
Malamnya Lisa menelponku dan
ia sudah booking kamar sebuah hotel kelas menengah untuk kota ini. Ia bilang
akan menunggu di sana jam delapan. Jam delapan kurang lima aku sudah berada di
muka pintu kamarnya. Kuketuk tiga kali dan kudengar suara kunci diputar. Lisa
sudah berada di depanku dan akupun segera masuk ke dalam kamar. Sebuah kamar
yang cukup nyaman dengan pandangan ke arah bukit di kejauhan.
Ia mengenakan gaun tidur yang
tipis sehingga pakaian dalam dan lekuk tubuhnya membayang jelas. Kakinya
mengenakan stocking hitam. Aku duduk di tepi ranjang, sementara Lisa di
belakangku berdiri di atas lututnya dan mulai menciumi tengkuk dan telingaku.
Aku kegelian dan sekaligus terangsang. Aliran hangat mulai menjalar di sekujur
tubuhku.
Tangannya kupegang, kuputar
tubuhnya dan kutarik ke tubuhnya ke pangkuanku. Kucium bibirnya dengan ganas.
Lisa meronta sebentar tapi kemudian ia membalas ciumanku dengan tidak kalah
ganasnya.
"Anto.. Ah.. Ehh ..
Ouhh", Ia gelagapan membalas ciumanku.
Aku terkejut ketika tangannya
meremas penisku yang mulai menggembung di balik celana panjangku. Aku tersenyum
sambil mencolek payudaranya.
Tangannya membuat beberapa
gerakan dan gaun tidur yang dikenakannya sudah merosot ke pinggangnya.
Tangannya kemudian membuka BH-nya dan menyodorkan dadanya ke depan mukaku. Tanpa
menunggu lagi aku langsung meremas payudaranya dengan penuh nafsu. Payudaranya
berbentuk bulat dan terasa kencang seperti milik gadis dua puluh tahunan.
Tangannya kemudian membuka kausku. Aku menciumi payudaranya dan menghisap
putingnya yang berwarna coklat muda dan mulai mengeras. Tangan Lisa membelai
rambutku sambil sesekali mendekap kepalaku ke payudaranya.
Aku menggunakan jariku untuk
membelai daerah selangkangannya, dan jariku juga mulai menekan terutama di
belahan vaginanya. Tangan Lisa menggesek penisku yang semakin mengeras.
"Aah.. To.. Sss.. Enak..
Teruss.. Anto.. Ahh"
Mendengar erangan Lisa nafsuku
sudah tidak dapat ditahan lagi. Aku merebahkan diri sambil menciumi leher Lisa
dan terus naik ke bibirnya. Kubuka celana panjang dan kemudian celana dalamku.
Aku terus menciumnya dengan penuh nafsu, kutindih tubuhnya di atas ranjang yang
empuk. Badanku yang besar seolah-olah menenggelamkan badannya yang kecil
mungil. Sambil mendesah Lisa berkata.
"Ahh.. Awas kalau keluar
duluan lagi.."
Kulepaskan gaun tidur dan
sekaligus dengan celana dalamnya.
"Akhh.." ia
meronta-ronta dengan pelan.
Kami saling mengulum bibir
dengan penuh nafsu, nafas kami mulai tidak teratur. Kaki Lisa menjepit
pinggangku Aku menciumi leher kemudian turun ke payudaranya, aku sedot putingnya
sampai mengeluarkan bunyi. Kemudian bibirku turun dan menggelitik pusarnya.
Lisa tidak tahan dengan perlakuanku, badannya bergerak-gerak tak teratur
menahan gel.
"Anto.. Akh.. Geli akh..
Basah..".
Aku terus menciumi perutnya,
lalu turun dan saat sampai di depan selangkangannya aku menurunkan kepalaku,
menjilati paha dan sesekali menggigitnya. Lisa mengganjal kepalanya dengan
bantal dan mengamatiku. Ketika mulutku mulai menyapu vaginanya ia menekan
kepalaku dan menjepit dengan pahanya.
Kuusap betisnya yang tertutup
stocking hitam. Sudah lama aku memiliki fantasi bercinta dengan wanita yang
memakai stocking. Kini obsesiku terpenuhi. Kugelitik klitorisnya dengan
lidahku. Ia mengejang lembut dan dinding vaginanya ikut berdenyut bereaksi
menyambut aksi lidahku. Jari tengah kananku kumasukkan ke dalam saluran
vaginanya dan ujungnya kugerak-gerakkan menggelitik dinding rahimnya. Ia
semakin keras mengerang. Tangannya meremas tepi spring bed di atas kepalanya.
"Anto.. Sudah To. Cukup..
Sudah, aku menyerah.. Ayo.. Cepat masukkan.. Lakukan sekarang.. Ouuhh,"
Kuhentikan rangsangan pada
vaginanya dan aku bergerak menindihnya. Penisku kuarahkan ke vaginanya yang
basah, kutekan perlahan dan ketika kepalanya sudah masuk seluruhnya maka aku
menekan pantatku dengan keras.
"Sshh.. Akhh.. Terus To..
Akh..", Lisa merintih
Bibir kami saling bertautan
dengan kuat. Ketika kulepaskan ciumanku maka justru bibirnya mencari-cari
bibirku. Mulutnya setengah terbuka sambil mendesis-desis. Aku menggerakkan
penisku dengan perlahan dan sesekali dengan tempo cepat. Rasanya penisku
dijepit dan diremas-remas oleh tangan yang kuat membuat penisku rasanya akan
meledak.
Aku terus memompa penisku di
vaginanya dengan tempo yang bertambah cepat. Nafasku mulai memburu. Payudaranya
kuremas dan kupencet sehingga putingnya menonjol. Kujilati putingnya dan
kugigit-gigit dengan bibirku. Aku menghentak tubuh Lisa ke ranjang dengan kasar
saat pinggulnya membuat gerakan memutar.
"Lisaa.. Lis.. Akh..
Ouch.. Akh..".
Kurasakan tubuh Lisa juga
mulai bergetar dan bergerak-gerak dengan irama yang liar. Matanya setengah
terbeliak, bola matanya memutih. Kakinya menjepit pinggangku tubuhnya beberapa
kali mengejang lembut dan kutekan tubuh Lisa hingga tubuh kami semakin merapat.
"Akh.. Anto.. Nikmat
sekali.. Sss"
"Yeah Lissaa.. Akh. Kalau
saja aku tahu dari dulu di camp.. Pasti aku.."
"Akh.. Tekan yang cepat
dan kuat.. Akh.."
Mata Lisa kini terpejam
menikmati sodokan penisku. Aku kemudian mengangkat kedua kakinya dan
memegangnya dengan tanganku. Aku dalam posisi setengah berlutut, tanganku
memegang pinggangnya dan penisku menekan dengan irama yang semakin cepat.
Vaginanya terasa basah dan becek, namun penisku bagaikan dijepit tangan
perkasa.
"Akgh Anto.. Aku hampir..
Aakkhhu.. Hampir keluarhh.. Ouchhgg.. Akhh".
Kurebahkan tubuhku di atas
tubuhnya dan kupeluk dengan rapat. Aku menikmati ekspresinya menunggu saat Lisa
mencapai orgasmenya. Kudiamkan sejenak gerakan penisku. Lisa meracau dan
tangannya memegang pinggangku serta menggerakkannya naik turun. Aku masih ingin
menikmati permainan dan kuharapkan dapat kucapai puncak bersama-sama.
Aku mengehentakkan pantatku
naik turun dengan sedikit kasar. Keringat kami sudah mulai bercucuran. Tangan
Lisa meremas-remas pantatku dan kadang menariknya seolah-oleh penisku kurang
dalam masuk dalam vaginanya. Saat aku merasakan hampir meledak aku melambatkan
gerakanku dan mengatur nafasku sambil menghisap putingnya, ketika perasaan itu
sedikit hilang aku mulai bergerak lagi.
Tangannya meremas rambutku dan
dengan liar bibirnya mencari bibirku. Dia mendesah dengan gerakan yang sangat
liar. Kini saatnya kami mencapai puncak kenikmatan bersama-sama.
"Yeah.. Anto.. Akhh.
Ayo.. Kamu belum mau keluar juga.. Akhh ouchh. Aku sudah.." Lisa
mengejang. Ia mengangkat pantatnya dan kutekan penisku sehingga rasanya mentok
sampai di dasar rahimnya. Penisku serasa disedot sebuah pusaran kuat. Tubuh
Lisa melengkung dan tangannya mengusap pipiku dengan kuat. Kutekan pantatku
perlahan namun penuh tenaga.
"Yeacchchh..".
Tubuh kami menggelinjang
bersama dengan hebat, kami berteriak dan tidak perduli jika orang lain di luar
kamar mendengarnya
"Akhh.. To.. Anto..
Aakkhh..".
"Lisa kamu hebathh.. Akh..
Ouchhakhh.. Akh.. Ouch.."
Kami mengelepar menikmati
kenikmatan yang kami rasakan bersama. Kakinya membelit betisku dan mengencang.
Kurasakan gesekan kakiku dengan stokingnya yang halus membuat kenikmatan yang
ada menjadi lebih lagi. Kucium bibirnya lagi dengan ganas. Tangannya terangkat
dan berada sejajar dengan kepalanya.
Aku mengangkat tubuhku dari
atas tubuhnya saat penisku mulai mengecil dan terlepas dari vaginanya. Tubuhnya
merinding bergetar saat aku mencabut penisku.
"Nikmat sekali To. Coba
begini saat di camp dulu. Pasti aku tidak akan marah-marah".
"Ya, kamu kan maklum
dengan situasi dan kondisi waktu itu".
Kulepas stokingnya perlahan
dan kuletakkan begitu saja di dekat perutnya. Kuangkat tubuh mungilnya dan
kugendong ke kamar mandi. Aku di belakangnya memeluk tubuhnya sambil menyabuni
dada, perut dan selangkangannya.
"Aku ingin babak
berikutnya dengan variasi lainnya," katanya dengan nada genitnya yang
khas.
Doggie style jelas merupakan
variasi yang menambah kenikmatan.
Selesai mandi kami kemudian
saling mengeringkan tubuh. Ketika ia mengeringkan selangkanganku, kenakalannya
mulai timbul. Dikocoknya penisku dan mulutnya lansung mengulum penisku yang
masih kedinginan. Penisku baru setengah berdiri dan Lisa menghentikan aksinya.
"Sekedar pemanasan. Extra
show untuk ronde kedua, tapi kita istirahat dulu sebentar khan? Aku masih lelah
sekali. Kamu liar tanpa aturan".
"Kalau lambat-lambat,
nanti kamu marah lagi. Katanya kurang gelisah".
Kami berbaring sambil
mengobrol.
"Anto aku mau tanya
serius sekarang," katanya.
"Apaan?"
"Kalau misalnya aku
cerai, kamu mau mengawiniku? Aku mau hidup tenang berkumpul dengan suami di
rumah".
Alamak, lemas aku mendengarnya.
Kuusap-usap bahunya.
"Bagaimana?"
desaknya.
"Apanya?" tanyaku
pura-pura bloon.
"Itu tadi. Aku bercerai dan
kita kawin," katanya mantap.
"Tadi sudah dan sebentar
lagi kita juga kawin," isengku mulai timbul.
"Kamu diajak ngomong
serius, malahan bercanda terus. Tapi aku merasa kalau kamu hanya ingin untuk
sekedar senang-senang saja".
"Kita lihat saja
nanti," jawabku. Hanya sekedar untuk menghentikan segala omong kosong ini.
Ia menatapku dan merapatkan
tubuhnya ke tubuhku. Bibirnya mengecup bibirku dengan lembut kemudian ke bawah
sampai di leherku. Kuciumi telinganya dan kuhembuskan napasku dekat telinganya.
Ia menggelinjang kegelian. Detak jantung mulai meningkat. Ia terus menciumi
dadaku.
Kurasakan buah dadanya menekan
lenganku. Kenyal dan padat.
Kugerakkan kepalaku ke
punggungnya kuciumi punggungnya yang mulus. Buah dadanya kuremas dengan
tanganku. Kubalikkan tubuhnya dan ia segera menindih tubuhku. Payudaranya
terlihat sangat putih, kencang dan padat dengan putingnya yang kecil berwarna
coklat muda menggantung di atas dadaku. Putingnya yang coklat muda tidak sabar
menunggu untuk dikulum. Payudara kiri kuisap dan kujilati, sementara sebelah
kanannya kuremas dengan tangan kiriku. Kulakukan demikian berganti-ganti.
Tangan kiriku mengusap-usap rambut dan tengkuknya dengan lembut.
Lisa mengerang dan merintih
ketika putingnya kugigit.
"Upps.. Lagi Anto.
Ououououhh.. Nghgghh, Anto ayo teruskan lagi.. Ouuhh.. Anto"
Payudaranya kukulum habis.
Lisa menggoyangkan kepalanya dan mencium leherku sampai ke dekat tengkuk.
Akupun sudah tidak tahan. Senjataku sudah siap untuk masuk dalam babak ke dua.
Mulutnya terus bergerak ke
bawah dan kini Lisa mengisap-isap buah zakarku dan menjilati batang penisku.
Kupalingkan mukaku ke samping dan kugigit ujung bantal.
Tiba-tiba penisku mengencang
dengan sendirinya hingga condong mendekati permukaan perutku ketika lidah Lisa
mulai menjilat kepalanya. Kukencangkan otot perutku sehingga penisku juga ikut
bergerak dan berdenyut-denyut.
"Hmm.. Luar biasa
nikmat," komentar Lisa sambil terus melakukan aktivitasnya. Kuangkat
kepalaku dan kuperhatikan Lisa sedang asyik menjilat, menghisap dan mengulum
penisku. Kadang-kadang ia melihat ke arahku dan tersenyum genit.
Lisa melepaskan kepalanya dari
selangkanganku dan bergerak naik ke tubuhku. Bibirnya menyambar bibirku.
Kubalas dengan ganas dan kusapukan lidahku pada bibir dan masuk dalam rongga
mulutnya. Lidah kami kemudian saling memilin dan mengisap. Tanganku mengembara
ke selangkangannya dan kemudian jari tengahku masuk menerobos liang
kenikmatannya sampai menemukan tonjolan kecil di dinding atas sebelah depan.
Lisa meremas dan mengocok penisku. Penisku semakin menegang dan mengeras.
"Ouououhhkk.. Nikmatnya..
Puaskan aku lagi," ia memohon dengan suara tertahan.
Kemudian tangannya mengurut
dan menggenggam erat penisku. Kurasakan pantat dan pinggulnya bergoyang
menggesek penisku. Dan tanpa kesulitan kemudian kepala penisku masuk ke dalam
gua kenikmatannya. Terasa lembab dan licin. Kurasakan dinding guanya semakin
berair membasahi penisku.
"Akhh Anto ayo kita sama-sama
nikmati lagi.. Oukkhh".
Kujilati lehernya dan bahunya.
Ia terus menggoyangkan pantatnya sehingga sedikit demi sedikit makin masuk dan
akhirnya semua batang penisku sudah terbenam dalam vaginanya.
Lisa bergerak naik turun untuk
mendapatkan kenikmatan. Kadang gerakan pantatnya berubah menjadi maju mundur.
Gerakannya mulai dari perlahan menjadi cepat dan semakin cepat. Ia mengubah
gerakannya menjadi ke kanan ke kiri dan berputar-putar. Pantatnya naik agak
tinggi sehingga hanya kepala penisku berada di bibir guanya dan kemudian
berkontraksi mengurut kepala penisku. Kontraksi otot vaginanya membuat penisku
seperti diremas dan diurut.
Ia menggesek-gesekkan bibir
guanya pada kepala penisku sampai beberapa kali dan kemudian dengan cepat ia
menurunkan pantatnya hingga seluruh batang penisku tenggelam seluruhnya. Ketika
batang penisku terbenam seluruhnya badannya bergetar dan kepalanya bergoyang ke
kanan dan kekiri. Napasnya berat dan terputus-putus.
Kuisap putingnya yang sudah
keras. Gerakannya semakin liar dan cepat. Tanganku memeluk punggungnya dengan
erat sehingga tuuh kami semakin merapat. Ia juga memeluk diriku rapat-rapat.
Kini gerakannya pelan namun sangat terasa. Pantatnya naik ke atas sampai kemaluanku
hampir terlepas, dan ia menurunkan lagi dengan cepat dan kusambut dengan
gerakan pantatku ke atas. Kembali penisku menembus guanya. Ia merinding dan
menggelepar. Tangannya meremas rambutku, memukul dan mencakar dadaku.
Punggungnya melengkung ke atas menahan rasa nikmat. Mulutnya meracau, mendesah
dan mengerang dengan kata-kata yang tidak jelas.
"Anto.. Ouhh Anto, aku
mau dapat, aku tidak tahan mau kelu.. Ar," desahnya.
Aku semakin keras menyodok
vaginanya dari bawah. Aku belum ingin keluar, tetapi biarlah ia kuberikan babak
tambahan
"Sshh.. Shh.. Anto
sekarang ouhh.. Sekarang" ia memekik. Tubuhnya mengeras, merapat di atasku
dan kakinya membelit betisku. Pantatnya ditekan ke bawah dengan keras dan
vaginanya menjadi sangat basah hingga terasa licin.
Tubuh Lisa mulai melemas.
Keringatnya menitik di sekujur pori-porinya. Kemaluanku yang masih menegang
tetap dibiarkan di dalam vaginanya.
"Terima kasih. Ini yang
kucari. Kau sungguh jantan sekali. Aku puas denganmu. Berikan aku istirahat
sebentar, lalu..," ia berbisik di telingaku.
Kusambar bibirnya dengan
bibirku dan kugulingkan ke samping. Penisku yang belum menuntaskan tugasnya
tentu saja masih keras dan siap masuk dalam babak tambahan.
"Sudahlah sayang, biarkan
aku istirahat dulu sebentar saja.."
Aku tidak mendengarkan
permintaanya, dan kini kugenjot vaginanya sampai berbunyi. Ia diam saja saja
sambil memulihkan tenaga. Vaginanya terasa sangat basah dan licin. Kucabut
penisku dan kuambil selimut untuk mengelap vaginanya supaya lebih kering. Aku
naik lagi ke atas tubuhnya. Kembali kuarahkan moncong penisku ke sasaran.
Kuangkat kedua kakinya dan kurenggangkan pahanya. Dengan tenaga penuh kudorong
pantatku dan langsung kugenjot dengan tempo perlahan.
Dalam keadaan dinding vagina
kering kembali vaginanya memberikan kenikmatan yang maksimal.
Setelah beberapa menit Lisa
kembali bangkit gairahnya. Iapun kemudian mengimbangi gerakanku dengan gerakan
pinggulnya. Diganjalnya pantatnya dengan bantal sehingga kemaluannya menonjol
agak naik. Kami berciuman dengan penuh gairah. Kaki kami saling menjepit dengan
posisi silang, kakiku menjepit kaki kirinya dan kakinya juga menjepit kaki
kiriku. Dalam posisi seperti ini dengan gerakan yang minimal dapat memberikan
kenikmatan optimal, sehingga sangat menghemat tenaga.
Kami makin terbuai dalam
kenikmatan akibat gerakan kami masing-masing. Kini kedua kakinya menjepit
kakiku. Ia memutar-mutar pinggul dan membuat gerakan naik turun. Aku meremas,
memilin serta mengisap payudaranya.
"Ouh.. Achch.. Mmmhh..
Ngngngnhhk," Lisa mendesah tertahan.
Kugenjot pinggulku naik turun
dengan irama tertentu. Kadang cepat kadang sangat lambat. Setiap gerakanku
kubuat pinggulku naik agak tinggi sehingga penisku terlepas dari vaginanya,
lalu kutekan lagi. Setiap penisku dalam posisi masuk, menggesek bibir vaginanya
ia terpekik kecil.
Kakinya bergerak dan kedua
kakinya kujepit dengan kedua kakiku. Dalam posisi begini aku hanya menarik
penisku setengah batang saja. Aku tidak dapat menarik sampai keluar karena
pasti sulit untuk memasukkannya lagi. Namun dalam posisi demikian jepitan dari
dinding vaginanya jadi sangat terasa.
"Oohh.. Berubah To. Doggie..
Too" ia melenguh panjang.
Kucabut penisku dan ia
berbalik. Aku turun dan berdiri di sisi ranjang. Aku akan menggenjotnya dalam
posisi berdiri. Pantatnya naik menantangku, kepala dan dadanya merapat di atas
ranjang.
Kurenggangkan pahanya dan
kubawa kemaluanku ke vaginanya. Tak lama kemudian penisku sudah menyusup dalam
vaginanya. Iapun mendorongkan pantatnya ke arahku.
Kupegang kedua sisi
pinggangnya dan kugerakkan seirama dengan gerakan pantatku. Kucabut penisku
lagi dan kususupak kepalanya di bibir vaginanya, kemudian kukencangkan otot PC
ku. Akibatnya ketika kukencangkan otot PC ku, maka penisku mendongak dan seolah
mencongkel vaginanya.
"Ouuww.. Nikmat.. Ahh
lagi Tokk.. Bawa aku ke bulan jantanku yang perkasa!"
Kuulangi beberapa kali sampai
ia menjerit-jerit minta ampun. Pantatku kudorong kembali dalam gerakan maju
mundur berirama. Kini tangannya menahan berat tubuhnya. Payudaranya yang
menggantung bebas bergerak ke sana kemari setiap aku menyodoknya. Kujulurkan
tanganku untuk meremas dan memilin putingnya.
"Gimana Lis, puas?"
"Ouhh.. Aku tak sangka
kau begini hebat. Sewaktu di camp kupikir kamu hanyalah sebangsa ayam
sayur".
Kami mengubah posisi lagi,
kembali dalam posisi konvensional. Kedua kakinya kuangkat ke atas bahuku.
Dengan bertumpu pada tangan kuberikan gerakan seperti orang melakukan push-up.
"Antoo.. Ouhh nikmat
sekali, hebat sekali permainanmu.."
Kuperkirakan sudah kurang
lebih setengah jam kami memainkan babak tambahan ini. Tenagaku sudah mulai
berkurang sehingga kuputuskan untuk segera mencapai puncak. Kupercepat
gerakanku dan gerakannya juga semakin liar.
Aku menggeser tubuhku sedikit
ke arah kepalanya. Penisku kini menggesek dinding atas vaginanya. Gesekan kulit
penisku dengan klitorisnya terasa sangat nikmat. Terasa helm bajaku seperti
tersangkut ketika kutarik ke belakang.
Deritan ranjang, erangan,
bunyi paha beradu dan kata-kata yang tidak jelas seakan-akan berlomba memenuhi
kamar. Tubuh kami sudah basah oleh keringat yang membanjir. Dinginnya AC kamar
tak terasa lagi. Yang kami rasakan hanyalah panasnya gairah untuk menuju puncak
kenikmatan. Kurasakan ada aliran yang menjalar dalam penisku. Inilah saatnya
akan kuakhiri permainan ini. Lisa terengah-engah menikmati kenikmatan yang
dirasakannya.
"Lisa.. Lis sebentar lagi
aku mau keluar.."
Gerakanku semakin cepat hingga
seakan-akan tubuhku melayang. Lututku mulai sakit.
"Ayolah Anto aku juga
mmau kkel.. Uar. Kita sama-sama sampai".
Ketika kurasakan aliran pada
penisku tak tertahankan lagi maka kurapatkan tubuhku ke tubuhnya dan kulepaskan
kakinya dari atas bahuku. Kakinya mengangkang lebar. Kuhunjamkan pinggulku
dalam-dalam sambil memekik tertahan.
"Lisa.. Ouh .. Ayo..
Sekarang.. Sekarang".
"Ouh Anto aku.. Juga..
Keluar.. Lakukan".
Kakinya membelit kakiku,
kepalanya mendongak dan pantatnya diangkat. Kurasakan denyutan dalam vaginanya
sangat kuat. Kutembakkan lahar panasku sampai beberapa kali. Giginya dibenamkan
dalam di bahuku sampai terasa pedih. Napas kami masih ngos-ngosan. Kucabut
penisku dan aku menggelosor di sampingnya. Tangannya memeluk lenganku dan
jarinya meremas jariku. Mulutnya mengucapkan kata-kata penuh kenikmatan.
Kepalanya masih menggeleng-geleng. Mungkin masih ada sisa-sisa aliran kenikmatan
yang dirasakannya.
Selama tiga malam di kota, aku
benar-benar dipuaskan dengan permainannya. Ketika kembali ke camp rasa percaya
diriku timbul kembali dan ketika keadaan rumahnya aman terkendali aku bisa
berpacu dengannya. Ada memang bisik-bisik tentang hubungan kami yang beredar di
camp. Dua bulan kemudian perusahaan telah mendapatkan orang yang menjabat posisi
site manager secara tetap.
Akupun kembali ke Jakarta,
mulai menikmati lagi kemacetan, panas, rasa persaingan yang sangat ketat dan segala
dinamika lainnya.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar