Aku punya teman SD, Tina
namanya. Sebenarnya anaknya cukup manis dengan tubuh mungil, namun centilnya
minta ampun. Ia pindah ke sekolahku saat aku duduk di kelas 5. Sejak pertama
bertemu aku memang kurang suka kepadanya karena kecentilannya itu.
Sewaktu melanjutkan sekolah di
SMP dan SMA kami berpisah. Namun sikapku terhadapnya tidak berubah. Aku tetap
saja tidak suka kepadanya. Apalagi ketika SMA, aku merasa pergaulannya tidak
baik. Tapi itu dulu, kalau sekarang tentu lain cerita.
Sampai ketika aku melanjutkan
kuliah dan saat libur semester aku pulang kampung. Malamnya aku nongkrong
dengan teman masa kecilku di sebuah warung gado-gado. Tinapun ada di sana
sambil berbisik-bisik genit. Ia tiba-tiba duduk di sebelahku.
"Hai Anto, apa kabar?
Kelihatan gemuk sekarang deh," katanya sok akrab. Aku menjawab sekenanya
saja, masih belum ada interestku kepadanya. Namun ia tidak menyerah dan
bertubi-tubi bertanya tentang keadaan diriku sekarang ini.
Akhirnya aku yang menyerah dan
meladeni pertanyaannya. Ternyata sebenarnya asyik juga anak ini sekarang. Hanya
mungkin image yang tertanam sejak kecil membuatku mengambil jarak terhadapnya.
Ia perlahan merapatkan duduknya ke arahku tanpa menarik perhatian orang
lainnya.
Ketika warung mulai sepi, maka
tangannya mulai nakal mengusap pahaku dan memainkan bulu kakiku. Tentu saja
penisku langsung berontak, membesar di balik celana pendekku. Ia tersenyum
melihat bagian depan celanaku yang sedikit menggembung. Tak lama kemudian ia
pulang karena sudah malam..
Akupun pulang dengan penis
yang mengembang karena elusan tangan Tina di pahaku tadi. Karena tensi sudah
terlanjur naik ke ubun-ubun, maka malam itu kusemprotkan sperma dengan bantuan
tanganku.
Malam-malam berikutnya aku
jadi rajin ke warung gado-gado untuk nongkrong dan menikmati elusan Tina di
pahaku. Suatu ketika Tina pulang dan minta kuantarkan. Aku tentu saja dengan
senang hati mengantarnya pulang.
Sampai di rumahnya disuruhnya
aku masuk dulu dan duduk di ruang tamu. Ruang tamunya kelihatan sepi, tapi dari
arah ruangan dalam kudengar pelan suara TV. Tak tama kemudian Tina keluar lagi
dan kami ngobrol sampai lama. Aku sudah mulai mengantuk dan beberapa kali
menguap. Tian kemudian membuatkanku segelas kopi. Sambil menunggu kopi agak
dingin kami kembali ngobrol. Ia duduk di depanku hanya memakai celana pendek
dan kaus oblong.
Tangannya mulai iseng mengusap
lututku. Dengan refleks kutangkap tangannya dan kutarik ke arahku. Ia tidak
melawan tarikan tanganku dan akibatnya sebentar kemudian ia sudah duduk
dipangkuanku dan bibirku langsung melumat bibirnya. Ia terkejut sebentar, namun
kemudian membalas lumatanku dengan ganas. Beberapa detik ia masih duduk
dipangkuanku dan kami berciuman. Kurasakan ia tidak memakai BH. Aku terangsang
dan napasku menjadi berat. Mendadak kami sadar dengan keadaan kami. Ia
melepaskan pelukanku dan kembali duduk di tempatnya semula.
Suasana menjadi kaku. Kami
berdua sama-sama merasa kikuk dengan apa yang telah kami perbuat baru saja.
Begitu kopi habis, maka aku segera berpamitan pulang. Ia mengantarku sampai ke
sudut rumahnya. Di sana kupeluk dan kucium lagi bibirnya. Sekitar lima menit
kami masih berpelukan di sana. Untung lampu di sudut rumahnya putus sehingga
kami leluasa bercumbu di sana.
Akupun pulang dengan
tersenyum. Kembali sampai di rumah dengan bantuan tangan kukeluarkan lagi
sperma sedari tadi yang sudah sampai di ujung penisku. Kubayangkan Tina di
bawahku sedang memekik-mekik menerima penisku. Tiga malam berikutnya kami
selalu bercumbu di sudut rumahnya. Ia mulai berani mengusap bulu dadaku dan
menciumi putingku. Akibatnya tiap malam sepulang dari rumahnya spermaku
kumuntahkan.
Malam terakhir kami bercumbu
lagi. Ia merebahkan badannya melintang telentang di atas kedua pahaku. Kubuka
kancing kemejanya dan seperti biasa ia tidak memakai BH. Kuisap putingnya yang
kecil berwarna kemerahan itu. Tanganku menggesek bagian depan celana dalamnya.
Kepalanya sudah mendongak pasrah, giginya menggigit bibir dan mengeluarkan
desahan lirih yang sangat menggoda.
Kubisikkan, "Kamu mau ini
kita lanjutkan?"
"Kalau kamu mau kita
lakukan di belakang rumah saja. Sepi dan gelap di sana," katanya.
Tiba-tiba
saja aku bisa menguasai diri
dan berkata,"Tidak Tin. Cukup sudah sampai di sini. Aku tidak mau
menanggung resikonya".
Akhirnya aku pulang.
Setelah kejadian itu maka
setiap libur semester aku pulang kampung dan tak lupa lupa bercumbu dengannya.
Meskipun aku sebenarnya sudah berpengalaman (setelah diajari Ibu Heni, alias
Hanny), namun dengan Tina paling jauh hanya sebatas petting. Sebenarnya kalau
aku mengendaki lebih jauh Tina mau saja, karena iapun sudah sering melakukannya
dengan orang lain. Ia pernah mengajaknya bersetubuh. Kukatakan kalau akupun mau
dengan syarat pakai kondom. Ia menolaknya.
Sampai suatu ketika kudengar
kabar kalau ia menikah dengan seorang PNS. Selentingan yang beredar suaminya
itu hanyalah korban dari permainannya. Sebenarnya banyak yang sudah mencicipi
tubuhnya tetapi si PNS tersebut yang masuk terjebak dalam perangkapnya.
Waktupun berlalu dan aku sudah
lulus dan bekerja di Jakarta. Ketika ada libur tiga hari berturut-turut aku
pulang. Aku berjalan-jalan dan tak terasa lewat di samping rumahnya. Kulihat ia
ada di teras dan melihatku serta menyuruhku mampir ke rumahnya. Kami duduk di
teras sambil bercerita.
"Mana suamimu?"
tanyaku.
"Nggak ada. Dia jarang
pulang ke sini. Ia lebih banyak di kantor dan pulang ke rumah istri
tuanya," katanya.
Ternyata suaminya terkena
kasus indisipliner dan sekarang disuruh untuk menjadi sopir atasannya. Aku baru
tahu kalau Tina menjadi istri muda. Ia mengingatkanku tentang apa yang dulu
kami lakukan. Akupun mulai terangsang ketika dengan genit ia menceritakan
kembali peristiwa beberapa tahun yang lalu.
"Kamu benar-benar mau?
Kalau mau sejam lagi kita ketemu di terminal dan check in ke luar kota!"
kataku. Kulihat matahari masih berada di atas kepalaku, berarti sekitar tengah
hari.
Akhirnya kamipun bertemu di
terminal dan meluncur ke luar kota untuk mencari tempat menyalurkan hasrat
kami. Di dalam bis sepanjang jalan ia terus mengusap pahaku dan sekali-sekali
mencengkeram lulutku dengan kukunya. Aku menjadi terangsang sekali dengan
ulahnya. Kubalas dengan menekan sikuku ke dadanya dan kuputar-putarkan. Kami
saling merangsang dengan cara kami.
"Aku mau nanti kita main
dengan posisi nungging dan 69," kataku menggodanya. Ia mencubitku lalu
berkata,"Kita lihat saja nanti".
"Kamu masih ikut
KB?" kataku lagi.
"Nggak, untuk apa. Dia
belum tentu sebulan datang tidur di rumah".
Dua jam kemudian kami sampai
di kota tujuan kami. Turun dari bis aku langsung masuk ke apotik di depan
terminal bis.
"Ngapain ke apotik?"
tanyanya. "Hussh. Untuk pengamanan, kamu kan tidak ikut KB," kataku.
Sambil berjalan mencari hotel
terdekat, para tukang becak di depan terminal berlomba-lomba menawarkan diri.
"Mari Pak, saya antar ke
tempat yang bersih dan murah".
Mereka ini langsung tahu saja.
Aku jadi berpikir apakah kami ini kelihatan sekali sebagai pasangan selingkuh
yang sedang mencari tempat berkencan.
Akhirnya kami mendapatkan
sebuah hotel tidak jauh dari terminal. Kamarnya cukup bersih dengan satu
ranjang king size. AC kamar kunyalakan dan udara dingin mulai menyebar di dalam
kamar ini. Karena perjalanan tadi cukup jauh maka tubuh kami rasanya lengket
dengan debu bercampur keringat.
Kuajak Tina untuk mandi
bersama. Ia menolak dan menyuruhku mandi duluan. Aku melepas semua pakaianku di
depannya dan masuk ke kamar mandi. Aku belum selesai mandi Tina menyusulku ke
kamar mandi dengan berbalut handuk sebatas dada. Segera kutarik handuk yang
melilit tubuhnya dan segera bibirku menyerang bibirnya dengan gencar. Ia
membalas dengan ganas.
"Hmmhh. Masih pintar juga
kamu bersilat lidah," godaku.
"Heehh. Kan kamu juga
dulu yang ngajarin".
"Susumu masih kencang
seperti dulu. Tapi sekarang agak lebih besar," kataku setelah meremas
payudaranya dan mengecup putingnya.
Sambil mandi kami masih terus
berciuman. Ketika aku akan berbuat lebih jauh lagi ia mendorongku.
"Nanti saja di ranjang.
Kalau sudah selesai, sana ke kamar duluan," katanya.
Aku mengeringkan tubuhku dan
langsung berbaring di atas ranjang. Udara kamar terasa dingin. Aku menarik
selimut dan menutupi badanku sampai ke dada. Tak lama kemudian Tina pun
menyusulku masuk ke bawah selimut.
Ia berbaring menyamping di
sebelahku dan tangannya mengusap bulu dada dan menggelitik putingku. Penisku yang
sudah lama menantikan saat ini segera saja langsung berdiri. Kubuka selimut
yang menutup tubuh kami, dan kutindih tubuh mungilnya. Tina membuka lebar kedua
kakinya sehingga penisku bisa menggesek rambut kemaluan di selangkangannya.
Mulutnya setengah terbuka
menantikan serangan bibirku. Belum lagi bibirku menempel di bibirnya, kepalanya
sudah naik menyambut serangan bibirku. Kami saling menikmati rujak bibir ini
beberapa saat. Sementara itu penisku sudah tak sabar ingin segera melakukan
penyerangan. Sejak di perjalanan tadi Tina tak hentinya merangsangku di bagian
paha dan lutut.
"Tidak disangka. Dari
dulu sudah mengarah namun baru kali ini kita bisa kenthu, bercinta,"
desahnya. Kenthu adalah bahasa slank di daerah Jawa untuk bersetubuh.
"Tin, doggy dan 69-nya
nanti saja ya. Kita nikmati dulu babak pertama dengan cepat!" bisikku.
"Ihh.. sudah nggak sabar
lagi ya," katanya sambil mencium telinga, leherku dan kemudian singgah di
putingku.
"Habisnya, sejak di bis
tadi kamu sudah membuatku kepanasan".
Kuraih kotak kondom yang sudah
kusiapkan, kubuka dan dengan cepat kupasang pada penisku yang sudah tegak
menantang. Kutindih lagi tubuhnya dan kubuka kakinya lebar-lebar. Kuarahkan
penisku untuk menembus vaginanya. Rasanya sulit sekali untuk menembus liang
vaginanya. Penisku sepertinya kehilangan arah untuk menemukan jalan masuk liang
kenikmatannya. Padahal dengan memakai kondom, kuharap permukaan kondom yang
licin akan mempermudah pekerjaanku. Ia semakin melebarkan kakinya dan tangannya
membantu penisku menemukan lubang vaginanya.
"Dorong To.. Yaahkk..
Tekan.. Tekan kuat".
Kudorong degan kuat dan
peniskupun meluncur dengan mulus di lorong vaginanya. Meskipun memakai kondom,
namun desakan dan gesekan dinding vagianya masih dapat kurasakan.
"Tin.. Ouhh nikmat
Tin.." aku mendesis.
"Kamu tidak mau dikasih
enak dari dulu," ia menjawab dengan napas memburu. Mukanya kelihatan
memerah dadu.
Aku merasa bahwa ronde ini
akan berlangsung dengan cepat, maka kubisikkan lagi untuk memastikan supaya ia
juga bermain dengan cepat.
"Kita main cepat Tin.
Rasanya aku sudah tak tahan lagi". Tina menganggukan kepalanya. "Aku
akan mengimbangimu. Akupun rasanya ingin segera menikmati ledakan kenikmatan
itu".
Aku segera menggenjotnya
dengan tempo sedang dan semakin lama semakin cepat. Ia mengimbanginya dengan
menggerakkan pinggulnya.
Sementara itu mulut kami
saling berpagut dan melumat sampai menibulkan bunyi kecipak yang cukup keras.
Kadang juga kusedot putingnya dengan keras dan ia menggelitik lubang telingaku
dengan lidahnya. Ketika ia menjilati putingku, kubalas sama dengan perlakuannya
tadi padaku. Kugelitikin lubang telinganya dan kuhembuskan napasku yang memburu
di sana.
Gairah kami semakin memuncak
dan gerakan kami semakin cepat dan liar. Aku tak mau menahan lebih lama lagi.
Ketika kulihat mulut Tina terbuka seperti mulut ikan yang kekurangan air akupun
tahu sebentar lagi ia juga akan sampai ke puncak.
"Hah.. Hh.. Hh.. Huuhh..
Ouhh Tina nikmat sekali milikmu," kataku terengah-engah.
"To.. Ayo lebih cepat
lagi To.."
Genjotan demi genjotan, desah
napas yang semakin memburu bercampur dengan keringat yang menitik akhirnya
membawaku untuk segera mencapai puncak kenikmatan. Erangan kami saling
bersahutan memenuhi seluruh sudut kamar.
"Tina.. Tin.. Ahhk
sekarang.."
"Ouhhkk To.. Lakukan..
Ayo tekan sekuatnya"
Kepalanya mendongak dan
tangannya meremas rambutku. Kupeluk pinggangnya dan kuangkat ketika aku dengan
cepat menghentakkan serangan terakhirku.
"Akhh.. Yeahh.. Arrghkk..
Ouhh".
Ia melenguh panjang ketika
lahar kepuasanku menyemprot keluar. Dinding vaginanya berdenyut menyedot
penisku. Matanya terpejam dan remasan tangannya pada rambutku semakin kuat.
Aku terkapar lemas di atas
tubuhnya dengan tubuh basah oleh keringat dan napas yang seakan-akan mau putus.
Ketika penisku akan kutarik ia menahan pinggangku dan memberikan sebuah
denyutan kuat di vaginanya. Aku kembali tersentak dan mengejang merasakan
remasan dinding vaginanya.
Setelah membersihkan diri kami
berbaring dan rasanya badanku lelah sekali setelah menyelesaikan ronde ini.
Kukatakan padanya, "Sorry Tin, rasanya aku capek sekali. Aku mau tidur
dulu sebentar untuk memulihkan tenagaku. Bukankan nanti masih ada babak
berikutnya?"
Ia mencubit pinggangku dan aku
mulai memejamkan mata. Kurasakan tangan Tina memeluk dan mengusap pinggangku.
Kurang lebih sejam kami
tertidur. Aku bangun dan merasakan badanku mulai segar kembali. Kulihat Tina
masih memejamkan mata dengan tarikan napas teratur. Kuberikan usapan dengan
ujung jariku mulai dari tengkuk hingga belahan pantatnya. Tina tersadar dan menggeliat.
"Uppss.. Mulai nakal ya.
Sekali dikasih maunya nambah terus. Kenapa sih dari dulu nggak mau?"
"Aku nggak siap mental
waktu itu?" kataku."Dulupun kalau kita bercinta dengan memakai sarung
karet pengaman tentu saja aku mau. Buktinya suamimu sekarang terjebak dalam
permainanmu," kataku lagi dalam hati.
Ujung jariku masih melakukan
gerakan memutar di punggungnya. Ia membalas dengan melakukan sentuhan ringan di
pinggangku dan turun ke buah zakarku. Penisku perlahan mulai mengeras seiring
dengan naiknya gairahku.
Aku bergerak sehingga posisi
dadanya sekarang di depan mulutku. Putingnya yang kecil berwarna coklat
kemerahan digesekkannya di ujung hidungku dan segera kutangkap dengan bibirku.
Mulutku bergerak ke bawah perutnya, ia membuka pahanya agar memudahkan aksiku.
Aku menggesekkan hidungku ke bibir vaginanya.
"Lakukan To.. Teruskan.
Ahkk!!" Ia menghentakkan kepalanya dengan keras ke atas bantal meluapkan
kekecewaannya.
"Belum Tin.. Nanti pasti
kulakukan".
Aku belum ingin melakukannya
sekarang, hanya sekedar memberikan fantasi dan membuatnya penasaran. Kepalaku
kembali bergerak ke atas dan menciumi sekujur dadanya. Tangannya berada di atas
kepala sambil meremas ujung bantal.
Kami berguling sedikit dan
sebentar kemudian ia sudah berada di atasku. Bibirnya dengan lincah menyusuri
wajah, bibir, leher dan dadakuku. Tina mendorong lidahnya jauh ke dalam
mulutku, kemudian menggelitik dan memilin lidahku. Kubiarkan Tina yang
mengambil kendali penyerangan. Sesekali lidahku membalas mendorong lidahnya.
Kujepit putingnya dengan jariku sampai kelihatan menonjol kemudian kukulum dan
kujilati dengan lembut.
"Auhh, Ayolah Anto..
Teruskan.. Lagi," ia merintih pelan.
Kemaluanku mulai menegang dan
mengeras. Kukulum payudaranya semuanya masuk ke dalam mulutku, kuhisap dengan kuat,
dan putingnya kumainkan dengan lidahku. Napas kami memburu dengan cepat dan
badan kami mulai hangat oleh darah yang mengalir deras.
"Ayo puaskan aku sayang..
Ahh.. Auuh!" Tina mendesis ketika ciumanku berpindah turun ke leher dan
daun telinganya.
Tangan kiriku mulai menjalar
di pangkal pahanya, kumasukkan jari tengahku ke belahan di celah
selangkangannya dan kugesek-gesekkan ke bagian atas depan vaginanya.
"Ahh.. Kamu pandai
sekali".
Sementara itu tangan kananku
meremas buah dadanya dengan lembut. Tangannya membalas dengan memegang, meremas
dan mengocok penisku. Dengan liar kuciumi seluruh bagian tubuhnya yang dapat
kujangkau dengan bibirku. Beberapa saat kemudian penisku mengeras maksimal.
Kepalanya memerah dan berdenyut-denyut.
Jari tengah kiriku kugerakkan
lebih cepat dan tubuhnya kemudian berputar-putar menahan rasa nikmat.
Pinggulnya naik dan bergoyang-goyang. Kupelintir puting payudara kirinya dan
dan mulutku menjilati puting kanannya. Sementara itu jari kiriku tetap mengocok
lubang vaginanya. Semakin cepat kocokanku, semakin cepat dan liar gerakan
pinggulnya.
Kepalaku bergerak turun
perlahan sampai di selangkangannya dan segera mengambil alih pekerjaan jariku.
Kubuka bibir vaginanya dengan jariku dan dinding vaginanya yang mulai basah
oleh lendir agak kental dan lengket segera kujilati. Bibir vaginanya kugaruk
dengan kumisku. Ia menggelinjang tidak karuan.
"To.. Anto.. Aku juga mau
merasakan penismu,"
Aku bergerak memutar sehingga
penisku berada di depan mulutnya. Ia kemudian mengecup kepala penisku. Lidahnya
membelah masuk ke lubang kencingku. Aku merasakan sensasi kenikmatan yang tidak
terkira dan secara refleks aku mengencangkan otot kemaluanku. Buah zakar yang
menggantung di bawahnya kemudian diisapnya dan dijilatinya sampai titik
Kundaliniku. Aku hanya menahan napasku setiap ia menjilati titik sensitif ini.
Kami seakan berlomba untuk memberikan rangsangan pada alat kelamin.
Kami bergantian menikmatinya.
Ketika ia mengulum, mengisap dan menjilat penisku aku menghentikan aksi lidahku
dan menikmatinya demikian juga sebaliknya ketika klitorisnya kujilat dan
kutekan dengan lidahku ia berdesis keras menahan rasa nikmat. Tangannya kadang
menekan kepalaku dengan keras ke selangkangannya.
"Putar To. Berguling, aku
ingin di atas," pintanya dengan manja.
Aku berguling dan kembali kami
melanjutkan aktivitas kami. Kini mulutnya dengan leluasa beraksi di penis dan
area sekitar pangkal pahaku. Penisku sudah mulai terasa ngilu menahan sedotan
mulutnya yang sangat kuat.
"Tina, ayo kita masuk
dalam permainan berikutnya.."
Kembali kuambil kondom dan
Tina membantu tanganku memasang dengan baik pada penisku yang sudah berdiri
keras. Dengan gerakan perlahan Tina berjongkok di atas selangkanganku dan mulai
menurunkan pantatnya. Sebentar kemudian dengan mudah aku sudah menembus guanya
yang hangat dan lembab. Kembali kurasakan sempitnya alur vaginanya.
Pinggulnya bergerak naik turun
dan aku mengimbanginya dengan memutar pinggul dan menaik turunkan pantat.
Kakinya menjepit pahaku dan kadang dikangkangkan lebar-lebar. Kuciumi bahu dan
dadanya. Beberapa kali kugigit sampai meninggalkan bekas kemerahan. Tangannya
menekan dadaku sekaligus menahan berat badannya. Gerakan pinggulnya berubah
menjadi berputar cepat dan semakin cepat lagi. Tak lama kemudian ia merebahkan
tubuhnya merapat di atasku dan mulai menghujaniku dengan ciuman dan gigitan.
Kini dadaku yang berbekas kemerahan di beberapa tempat.
Aku mengambil posisi duduk dan
kubalikkan tubuhnya ke arah berlawanan dengan arah kepalaku tadi. Kini aku
berada di atasnya. Jepitan dan sempitnya vagina membuatku kadang melambatkan
tempo dan berdiam untuk lebih rileks. Namun ketika aku diam jepitan dinding
vaginanya ditingkatkan sehingga aku tetap saja didera oleh rasa nikmat luar
biasa.
Kucabut penisku dan kubalikkan
tubuhnya.
"Sekarang doggy
Tin," bisikku.
Ia mengerti maksudku. Segera
ia menaikkan pantatnya yang bulat dan masih kencang. Kuposisikan diriku di
belakang pantatnya dengan berdiri pada lututku. Diraihnya penisku dan segera
diarahkan untuk masuk ke dalam vaginanya kembali. Kuterjang vaginanya dengan
gerakan lembut. Tanganku memegang pantatnya dan membantu menggerakkan pantatnya
maju mundur.
Ia mulai menggelinjang dan
mengejang tertahan, kedua tangannya mencengkeram dan meremas sprei. Kepalanya
ditekankan ke atas bantal.
"Ouhh.. Sudah To.. Aku
tak kuat.." ia merintih ketika pantatku kugerakkan kebelakang sampai
penisku hampir terlepas dan kumajukan dengan cepat. Kuulangi beberapa kali lagi
dan iapun menekankan kepalanya miring di atas bantal.
"To.. Kita kembali
posisi.. Kita.. Aku.." ia menjerit dengan kata-kata yang tidak jelas. Ia
menginginkanku kembali dalam posisi konvensional.
Kembali kucabut penisku dan
segera kurebahkan kembali dalam posisi konvensional. Aku merasa ia ingin segera
mengakhiri babak kedua ini. Vaginanya kugenjot semakin cepat dan kuangkat kaki
kirinya dan melipatnya sampai lututnya menempel di perutnya. Aku setengah
berdiri di atas lututku. Dengan satu kaki terangkat dan satu lagi
dikangkangkannya lebar-lebar ia semakin meracau tidak jelas, "Ouahh.. Hhuuhh!".
Dinding vaginanya mulai
berdenyut dan akupun sudah mencapai titik ideal untuk mencapai garis finish.
Kakinya yang tadi kulipat kukembalikan lagi dan segera kedua pahanya menjepit
pinggangku.
"Sekarang Tina..
Uuughh," aku menggeram keras.
Pinggulnya naik menjemput
kejantananku. Kutekankan kejantananku dalam-dalam di vaginanya.
"Ouhh Anto..
Aaiihh!" iapun memekik kecil.
Jepitan kakinya semakin ketat
dan denyutan di vaginanya terasa meremas penisku. Ditekannya pantatku ke bawah
dengan betisnya. Setelah beberapa saat kami sama-sama terkulai lemas
Udara sejuk dari AC sangat
membantu kami untuk beristirahat dan memulihkan tenaga. Tina masih mengusap dan
mempermainkan bulu dadaku. Ia berbaring miring di sebelahku dengan sebelah
kakinya ditumpangkan di atas kakiku. Kupeluk tubuhnya dan kuusap-usap dengan
lembut."Aku masih ingin bersamamu sekali lagi untuk berbagi
kenikmatan," katanya sambil mengecup lenganku.
Setelah beberapa saat
kemudian, maka napas dan detak jantung kamipun kembali normal dan kami tidur
berpelukan. Ketika kulihat keluar dari lubang ventilasi di atas pintu langit
sudah tampak gelap. Kuajak Tina untuk makan malam. Kami keluar dari hotel dan
makan di rumah makan terdekat. Aku memesan sate yang dibakar setengah matang
dan gulai kambing sementara Tina memesan soto ayam. Setelah makan kuajak Tina
untuk kembali ke hotel.
Begitu kamar terkunci Tina
langsung memelukku dan menyerbuku dengan ganas. Kulucuti pakaiannya satu
persatu dan setelah itu ia gantian melucuti pakaianku.
"Mandi dulu Tin biar
segar," kataku.
"Enggh.. Nggak usah To,
nanti saja sekalian".
Kuangkat tubuhnya yang mungil
dan kubawa ke kamar mandi. Ia meronta-ronta, namun tidak dapat melepaskan diri
dariku. Di bawah segarnya guyuran air hangat dari shower terasa badanku menjadi
lebih segar.
Tanpa mengenakan apa-apa lagi
kubawa Tina kembali lagi ke ranjang. Ia sudah merengek genit minta untuk masuk
babak berikutnya. Aku masih menatap dan menikmati pemandangan indah di depanku.
Tina yang sedang dalam keadaan telanjang terlentang mengangkang di atas
ranjang. Rambut hitam tipis menghiasi celah pahanya.
Kutarik kakinya sampai
melewati tepi ranjang dan dalam posisi membungkuk aku segera menghisap dan
mencium vaginanya.
"69 lagi To. Aku masih
ingin bermain dengan penismu," rengeknya. Kuikuti kemauannya dan kini
kembali kami bermain dalam posisi 69 sampai ia benar-benar puas memberi dan
menerima rangsanganku.
Aku berjongkok di depannya.
Jari tengah dan Ibu jariku membuka vaginanya. Dengan penuh nafsu, aku menciumi
kemaluannya dan kujilati seluruh bibir luar dan sampai bibir dalamnya.
"Oh.., teruss.. An.. To..
Aduhh.. Nikmat..".
Aku terus mempermainkan
klitorisnya yang sebesar biji kacang tanah. Seperti orang yang sedang
berciuman, bibirku merapat di belahan vaginanya dan lidahku terus
berputar-putar di dalamnya.
"Anto.., oh.., teruss
sayamgg.. Oh.. Hh!!".
Desis kenikmatan yang keluar
dari mulutnya, semakin membuat gairahku berkobar. Kusibakkan bibir kemaluannya
tanpa menghentikan aksi lidahku.
"ooh.. Nikmat.. Teruss..
Teruss..", teriakannya semakin merintih.
Ia menekan kepalaku dan
menjepit dengan pahanya. Ia mengangkat pinggul, cairan lendir yang keluar dari
dinding vaginanya semakin membanjir. Vaginanya sudah basah terkena ludah
bercampur lendirnya. Aku jilat lagi, terasa sedikit asin dan beraroma segar
yang khas.
"Sudah Anto.. Sudah.. Ayo
kita..!!"
Kulepaskan mulutku dari
selangkangannya dan aku berbaring di sampingnya. Ia naik ke atas tubuhku dan
menciumi bibir dan telingaku. Mulutku menghisap kedua payudaranya, kugigit
putingnya bergantian. Ia hanya melenguh panjang dan gairah kami berduapun
semakin memuncak.
Tangannya menyusup di sela
pahaku, kemudian mengelus, meremas dan mengocok penisku. Pantatku sesekali
kunaikkan dan menahan napas. Bibirnya mengarah ke leherku, mengecup,
menjilatinya. Napasnya dihembuskan dengan kuat ke dalam lubang telingaku. Kini
dia mulai menjilati putingku dan tangannya mengusap bulu dadaku kemudian
menjalar sampai ke pinggangku. Aku semakin terbuai kenikmatan. Kupeluk dan
kuusap pungungnya dengan lembut dari leher sampai pantatnya. Ketika sampai di
pantatnya kuremas bongkahan pantatnya dengan gemas.
Tangan kiriku dibawanya ke
celah antara dua pahanya. Jari tengahku masuk, mengusap dan menekan bagian
depan dinding vaginanya dan bersama Ibu jari menjepit dan memilin sebuah tonjolan
daging sebesar kacang. Setiapkali aku mengusap dan memilinnya Tina mendesis
keras seperti orang yang kepedasan "SShh.. Ouhh.. Sshhss"
Tangannya masih memegang dan
mengusap kejantananku yang telah berdiri tegak. Kembali kami berciuman. Buah
dadanya kuremas dan putingnya kupilin dengan jariku sehingga dia mendesis
perlahan dengan suara merintih.
"SShh hhiihh.. Sshh..
Ngghh.. Ayo To.. Antokhh".
Perlahan lahan diturunkankan
pantatnya sambil memutar-mutarkannya. Kepala penisku dipegang dengan jemarinya,
kemudian digesek-gesekkan di mulut vaginanya. Terasa sudah mulai lembab karena
cairan dinding vaginanya.
Aku tersadar belum mengenakan
kondom. Kudorong badannya perlahan dan kubisikkan, "Kondom..".
Kuambil kondom yang tinggal
satu dan mulai menyobek bungkusnya. Namun sebelum kupasang ia merebutnya dan
membuangnya jauh ke sudut kamar. Kutatap mukanya, ia balas menatapku lembut dan
berbisik,"Kali ini aku ingin naturally".
"Tapi.." Aku tak
sempat melanjutkan kata-kataku karena dia telah menyumbat mulutku dengan bibirnya.
Tangannya kembali meremas dan
mengocok penisku sampai membesar dengan maksimal. Dia membawa penisku untuk
segera masuk ke dalam vaginanya. Ketika sudah menyentuh bibir guanya, maka
ditekannya pantatnya perlahan. Akupun menaikkan pantatku menyambutnya.
Tina merenggangkan kedua
pahanya dan segera kepala penisku sudah mulai menyusup di bibir vaginanya.
"Ayolah Tina.. Tekan
sekuatmu.. Dorong.. Aku akan menusuk dari bawah..!!"
Tina semakin menekan pantatnya
dan peniskupun semakin dalam masuk ke lorong nikmatnya yang sempit. Tanpa
memakai kondom jelas sekali bahwa kenikmatan yang ia berikan jauh di atas apa
yang kurasakan dalam dua babak terdahulu.
"Ouhh.. Tina," tanpa
sadar aku setengah berteriak. Ditutupnya mulutku dengan telapak tangannya dan
dimasukkan jarinya ke dalam mulutku. Kukulum jarinya dengan lembut.
Tina bergerak naik turun dan
memutar. Perlahan-lahan kugerakkan pinggulku. Karena gerakan memutar dari
pinggulnya maka penisku seperti disedot sebuah kompresor yang lembut. Tina
mulai mempercepat gerakannya namun aku mengatur kecepatan gerakan pantatku dari
bawah perlahan. Tina membuat denyutan-denyutan di dalam lubang vaginanya.
"Tina.. Pelan saja. Kita
nikmati babak terakhir ini" desisnku sambil mengulum payudaranya.
Buah dadanya yang sedang putih
mulus dengan puting yang coklat kemerahan terasa menantang untuk kulumat.
Kuremas-remas lembut payudaranya yang semakin mengeras.
"Ohh.. Teruss To..
Teruss..!" desahnya. Kuhisap-hisap putingnya yang keras seperti biji
kelengkeng, sementara tangan kiriku meremas pinggang dan buah pantatnya.
Desahan kenikmatan semakin keras terdengar dari mulutnya.
Kemudian ciumanku beralih ke
ketiaknya. Tina mengangkat lengannya untuk memberikan kesempatan padaku
menciumi ketiaknya. Ia kegelian sambil mendesah, matanya terpejam dan kepalanya
menengadah.
"Oh.., ennaakk..,
terussh..!"
Rambutnya sudah awut-awutan.
Ternyata, wanita bertubuh kecil ini benar-benar sangat ekspresif dalam
menyalurkan gairahnya. Gairah kami semakin bergelora dan kini saatnya untukku
kembali menimba kenikmatan. Kugulingkan badannya dan dengan posisi setengah
kutindih ia menjilat leher kemudian dada dan putingku. Aku menumpukan berat
tubuhku pada kedua lenganku. Sementara gerakan pantatku sedikit kukurangi
justru Tina menggerakkan pantatnya dengan cepat.
Aku merasakan nikmat yang luar
biasa. Tina tersenyum. Lalu kucium bibirnya. Kami berciuman kembali. Lidahnya
dimasukkan ke dalam mulutku, menari dalam rongga mulutku dan menjilati
langit-langit mulutku. Aku membalas dengan mengulum dan menghisap lidahnya.
Kutarik biji penisku sehingga
terasa semakin keras dan memanjang. Pinggulnya naik menyambut hunjamanku.
Kumasukkan penisku ke dalam vaginanya sampai terasa menyentuh dinding rahimnya.
"Oh.., Gimana.. Rasanya
sayang.., Ouuh!!" aku berbisik.
"Hhahh!! Ooh..,
enakk..".
Kini Tina yang membuat gerakan
peristaltik di sepanjang lorong vaginanya. Batang penisku seperti
dipilin-pilin. Tina terus menggoyangkan pinggulnya.
"Oh.. Tinaku.. Terus..
Sayang.. Mmhhkk..".
Pinggulku kuhujamkan lagi
lebih dalam. Tina dengan gerakan pinggulnya yang naik turun dan berputar
semakin menenggelamkan kontolku ke liang kenikmatannya.
"Oh.. Isap dadaku..
Sayaangg, remass.. Terus.. Oh.. Uhhu..!" Erangan dan rintihan kenikmatan
terus memancar dari mulutnya.
"Oh.. Tina.., terus lebih
cepat..", teriakku menambah semangatnya.
Goyangan pinggulnya semakin di
percepat. Tangannya memeluk erat leherku.
"Ahh.. Ah.., aku..
Cepat.. Aku.. Maa.. Uuu.. Keluuaarr, .. Oh..!" ia mendesah.
"Jangan.. Dulu aku masih
ingin menikmatimu!" kataku terengah-engah.
Aku tahu wanita ini hampir
mencapai puncak kepuasan tertinggi, namun aku masih ingin menikmati tubuhnya.
Kuberikan isyarat agar ia menghentikan gerakannya dulu sambil beristirahat
sejenak. Kami hanya berdiam dengan saling memeluk. Kali ini tidak ada erangan
atau pekikan. Yang ada hanya desisan kecil dan desahan lembut. Hanya otot
kemaluan kami yang saling berkontraksi yang satu mendesak dan yang satu lagi
menjepit. Rasanya penisku seperti diisap oleh sesuatu seperti lumpur hidup.
Tangannya terus mengelus punggung dan pinggangku.
Setelah beberapa saat berdiam,
maka dengan perlahan aku mulai menggenjotnya lagi. Aku menggenjotnya dengan
pelan tujuh kali dan pada hitungan ke delapan kuhempaskan seluruh berat tubuhku
di atas tubuhnya.
"Hhgghhkk..". Ia
menahan napas menahan berat tubuhku.
Bibirnya mengejar putingku dan
mengulumnya.
"Ohh.. Tina.. Geli..
Desahku lirih. Namun Tina tidak peduli. Ia terus mengecup, mengulum putingku
kanan kiri berganti-ganti.
Karena rangsangan pada
putingku maka kupercepat genjotanku sehingga ia memekik-mekik kecil.
"Oh.. Anto.. Nikmatnya..
Jantanku.. Kuda liarku.. Kamu..!"
Ia diam hanya menunggu dan
menikmati gerakanku. Beberapa saat ia hanya diam saja, seolah-olah pasrah. Aku
menjadi gemas, kutarik rambutnya kebelakang. Dadanya naik dan kugigit
putingnya. Kukecup gundukan payudaranya kuat sampai memerah
"Ouhh.. Sakit.. Ped..
Dih. Ouhh..!"
Kurasakan aku tidak akan kuat
lagi menahan desakan dalam saluran kencingku. Kutatap matanya dan kubisikkan,
" Sekarang.. Yang.. Sekarang".
Ia mengangguk lemah,"
Yyachh.. Eghhkk".
Begitu semprotan pertama
kurasakan sudah di ujung lubang kencingku, maka kembali kuhempaskan tubuhku ke
bawah. Tina menyambutnya dengan menaikkan pinggulnya kemudian memutar dengan
cepat dan kembali turun. Tangannya menjambak rambutku dan kemudian
memukul-mukul punggungku. Kutarik rambutnya dan kutekan kepalaku di lehernya.
"Oh.. To.. Anto.., kau
begitu liar dan pintar memuaskanku.", ujarnya.
Denyutan demi denyutan berlalu
dan semakin lama semakin melemah. Kukecup bibirnya dan menggelosor di
sampingnya.
"Kalau begini rasanya aku
tidak mau pulang malam ini To" katanya mesra sambil mengusap-usap dadaku.
"Jangan, nanti kamu
dicari keluargamu".
Setelah beberapa lamanya
berpelukan dan beberapa kali ciuman ringan. Hembusan udara dingin dari AC
kembali terasa menggigit kulitku. Jam sembilan malam kami check out dan jam
sebelas kami sudah sampai di rumah. Kami turun di terminal dan naik ojek ke
rumah. Ia melarangku untuk mengantarnya.
"Nggak usah To, nanti
nggak enak sama tetangga. Kalau aku pulang sendirian orang tidak akan curiga.
Besok kamu pulang ya? Jangan lupa nanti kalau pulang kampung beritahu aku. Kita
berangkat pagi-pagi agar mempunyai waktu lebih lama. Kalau perlu menginap dua
atau tiga malam," katanya sambil tersenyum.
Menginap dengan Tina? Ada yang
mau?
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar