Ini adalah
kisahku yang lain dengan tetanggaku di kampung. Awalnya waktu SMA aku sedang
memanjat pohon sawo di belakang rumahku untuk mengambil buahnya. Secara tak
sengaja mataku tertuju ke sebuah sumur tetangga yang tinggi dinding penutup kelilingnya
hanya sebatas dada orang dewasa. Kulihat seorang wanita sedang membuka baju
untuk mandi di sana. Tubuhnya kelihatan putih dan montok. Setelah kuperhatikan
dengan cermat ternyata wanita itu adalah Bu Mina, tetangga selang tiga rumah
sebelah barat dari rumahku. Bu Mina adalah istri muda dari seorang pengusaha
angkutan. Ia membuka toko kelontong di rumahnya.
Aku mencari
posisi yang lebih enak untuk mengintipnya. Kerimbunan daun sawo cukup
membantuku agar tidak kelihatan dari arahnya mandi. Sambil mengintip akupun
berkhayal bersetubuh dengannya. Dari tempatku mengintip dadanya yang putih dan
montok kelihatan jelas sekali. Begitulah kalau aku tidak ada kegiatan di sore
hari maka aku akan memanjat pohon sawo di belakang rumah dan menunggu Bu Mina
mandi.
Bu Mina ini
orangnya ramah dan supel (nantinya baru aku tahu kalau dia memang benar-benar
supel alias suka peler). Kadang kalau aku duduk-duduk di depan tokonya ia
menyapaku duluan. Asalnya sebenarnya dari pelosok, namun tidak kelihatan
kampungan. Kukira nama sebenarnya Minah. Setelah kawin dengan Pak Yos dipanggil
Bu Mina. Umurnya waktu itu kurang lebih tiga puluh tahun. Badannya sedikit
gemuk tapi kulitnya kelihatan kencang. Ia paling sering pakai kain dan kebaya.
Kalau sudah pakai kain dan kebaya, pantatnya yang besar kelihatan menantang dan
bergoyang-goyang kalau sedang berjalan. Belahan buah dadanya terlihat sangat
menggiurkan dan mengundang lirikan mata laki-laki.
Sampai ketika aku
kuliah dan sedang liburan semester di kampung. Malamnya sekitar jam sembilan
malam aku singgah ke toko Bu Mina untuk membeli sesuatu.
"Eh Mas
Anto. Kapan datangnya dan libur berapa hari? Oleh-olehnya mana?" ia
memberondongku dengan sejumlah pertanyaan. Tangannya diulurkan dan tentu saja
kusambut dengan hangat.
"Tadi siang, dua minggu, pakaian kotor. Ibu mau?" jawabku taktis dan efisien menjawab semua pertanyaannya.
"Tadi siang, dua minggu, pakaian kotor. Ibu mau?" jawabku taktis dan efisien menjawab semua pertanyaannya.
"Ihh.. Masa
sih pacarnya kok cuma dibawain pakaian kotor," katanya menggodaku.
Dadaku berdesir.
Pacarnya?
"Beli apa
Mas?"
"Enngghh,
beli sabun dan shampoo".
"Lho belum
mandi toh?"
"Sudah,
untuk besok pagi".
"Lho baru
datang tadi, besok pagi kok sudah mandi basah," godanya makin berani.
"Ya, siapa
tahu nanti malam mimpi basah, jadi paginya mandi basah," kataku. Kepalang
basah kubalas godaannya tadi. Pokoknya basah.. Sah.. Sah.
Bu Mina masuk ke
dalam tokonya. Pantatnya masih saja kelihatan besar dan padat di balik
dasternya. Aku mengikutinya, sambil melihat-lihat barangkali ada barang lain
yang tiba-tiba teringat untuk kubeli.
"Ini sabun
dan ini shampoonya. Eh nanti malam mimpi basah sama saya saja ya!" katanya
berbisik sambil tersenyum.
Kalau begini
caranya nanti malam aku bisa benar-benar mimpi basah. Aku hanya diam saja dan
menerima sabun dan shampoo tadi. Ketika memberikan belanjaanku ia seolah-olah
memalingkan mukanya ke arah TV dan seperti tanpa sengaja telapak tangannya
mengusap lenganku.
"Eh maaf
Mas. Habisnya acara di TV bikin penasaran saja".
"Berapa Bu
semuanya?" tanyaku sambil mengangsurkan selembar uang dua puluh ribuan.
"Ah, nggak
usah Mas. Lagian uangnya besar begini nggak ada kembaliannya". Ia menolak
uangku.
Aku jadi tidak
enak.
"Ya sudah
Bu, saya utang dulu. Besok saja sekalian saya bayar" kataku.
"Bayar pakai
yang lain saja gimana Mas?"
Aku garuk-garuk
kepala kebingungan sambil meninggalkan tokonya. Karena masih lelah aku segera
tertidur dan bangun agak kesiangan. Adik kecilku berdiri tegak, pertanda
metabolisme dan kondisi tubuh masih fit.
Setelah
menyelesaikan ritual pagi hari, 3M, mandi, modol dan makan, aku berniat untuk
jalan-jalan ke tempat Tina teman masa SD-ku (Aku Oase Para Wanita Bersuami 5:
Tina). Kali-kali aja aku dapat jatah untuk sekedar kissing, necking dan
petting. Tapi tiba-tiba aku ingat dari informasi yang kudapat tadi malam Tina
sedang ke luar kota. Akhirnya kuputuskan untuk jalan-jalan ke pasar saja.
Sampai di pasar
aku berputar-putar di los pakaian. Aku terkejut ketika tiba-tiba pundakku
ditepuk dari belakang.
"Cari apa
Mas Anto?"
Aku menoleh ke
belakang dan ternyata Bu Mina yang ada di belakangku. Ia mengenakan blouse
putih tipis dengan celana panjang warna biru. BH-nya yang juga berwarna biru
membayang di balik baju tipisnya.
"Ibu bikin
kaget saja. Tadinya pengen beli tas tapi nggak ada yang cocok. Maksudnya nggak
ada yang cocok harganya, kalau modelnya sih banyak yang cocok," kataku.
"Oh gitu.
Gimana kalau kita jalan-jalan ke Malioboro atau Shoping Centre kali-kali aja
ada yang cocok. Kebetulan aku juga lagi cari kain batik untuk Bapaknya. Ayolah
mumpung masih pagi," katanya sambil menarik tanganku. Aku tak bisa
menolaknya.
Dua jam kemudian
kami tiba di Jalan Malioboro. Kami masuk ke sebuah toko dan melihat-lihat tas
pakaian. Harganya memang murah dan modelnya bagus. Cuma aku memang tadinya juga
cuma mau lihat-lihat saja, belum mau beli.
Ketika masuk ke
dalam toko kain, Bu Mina menggandeng lenganku dengan mesra. Aku jadi agak
jengah juga. Akhirnya Bu Mina membeli dua potong kain batik. Satu untuk
suaminya dan satu lagi untukku. Setelah itu kami makan.
Selesai makan aku
sudah bersiap untuk pulang, tapi Bu Mina masih saja duduk di kursinya. Ia
menatapku sambil tersenyum.
"Eh,
ngomong-ngomong tadi pagi jadi keramas nih?" ia mulai menggodaku lagi.
"Iya,"
jawabku singkat.
"Kalau..
Mmhh siang-siang gini keramas lagi mau nggak?" tanyanya sambil memegang
telapak tanganku.
"Kalau tadi
malam kamu mimpi basah, sekarang ngerasain yang sebenarnya mau nggak?"
sambungnya.
Aku hampir
terjatuh dari kursiku. Sebenarnya tentu saja inilah yang kuharapkan, tapi untuk
membuatnya penasaran aku hanya berdiam saja.
"Ayolah!"
rayunya.
Akhirnya aku
berdiri dan berjalan keluar dari restoran. Bu Mina memegang tanganku dan
menarikku berjalan ke arah sebuah becak yang sedang mangkal.
"Pasar
Kembang, Pak!" katanya pada tukang becak.
"Kenapa
nggak ke Kaliurang saja," protesku.
"Kejauhan,
waktu kita sedikit," jawabnya pasti.
Sampai di depan
sebuah hotel yang cukup bagus di dekat pintu belakang Stasiun Tugu ia memberi
kode kepada tukang becak untuk menepi.
Kami segera masuk
ke dalam hotel. Setelah menyelesaikan urusan di resepsionis kami masuk ke dalam
kamar. Sebuah kamar yang lumayan bagus dengan sebuah ranjang besar yang empuk.
Lantainya dilapis
dengan permadani yang agak tebal.
Begitu pintu
kamar tertutup, Bu Mina langsung memelukku. Bu Mina menyapukan bibirnya ke
bibirku dengan lembut. Aku belum membalasnya. Ia kemudian mengulangi dan
melumat bibirku. Terasa lembut dan nikmat sekali bibirnya. Lama kelamaan
ciumanku berubah menjadi lumatan ganas.
Lidahnya
mendorong lidahku dan menyelusuri langit-langit mulutku. Aku membalasnya,
kudorong lidahnya, dia menyedot lidahku. Rupanya Bu Mina sangat lihai dalam
berciuman. Kadang kepalanya dimiringkan sehingga mulut kami bisa saling
menyedot. Suara kecipak perpaduan bibir kami mulai terdengar.
"Lepas
bajunya dulu, To!" ia menyuruhku.
Kulepas baju,
celana panjang dan sekaligus celana dalamku dalam sekali gerakan. Dadaku yang
bidang dan berbulu lebat membuatnya berdecak kagum. Kejantananku langsung
mencuat keluar dan perlahan-lahan terancung dalam kondisi lurus, bahkan sedikit
mengacung ke atas.
Kepala penisku
kelihatan kemerahan dan mengkilat karena dari lubangnya sudah mulai keluar
cairan bening agak kental dan lengket. Diusapnya lubang kejantananku dengan ibu
jarinya dan diratakannya cairan bening yang keluar tadi di atas kepalanya
sehingga kini semakin mengkilat. Diusap-usapnya kepala penisku sampai membesar
maksimal.
Bu Mina
melepaskan pelukannya. Dengan gerakan pelan dan gemulai ia melepas blus, celana
panjang dan akhirnya celana dalamnya. Tangannya membuka kancing bra-nya dan
sebentar ia sudah dalam keadaan bugil. Tubuhnya yang montok dengan sedikit
lemak di bagian perutnya. Gunung kembarnya dengan puncaknya yang kemerahan yang
menggantung bebas. Kini kami berdua sama-sama dalam keadaan polos tanpa
selembar benang pun. Selang beberapa menit kemudian Bu Mina berkata di
telingaku dengan lirih..
"Kita ke
ranjang.. Sa.. Yang..".
Aku langsung
menyergapnya dan mengulum bibirnya, dan dia membalasnya dengan sangat liar,
kemudian aku merasa penisku semakin tegak dan terasa lebih keras dari biasanya.
Aku berbaring di ranjang dan Bu Mina merangkak di atasku. Dadanya disodorkan ke
mulutku dan dengan rakus kusedot dan kujilati buah dadanya. Tangan dan mulutnya
menarik-narik bulu dadaku dengan lembut. Sekali waktu dia menarik dengan keras.
Aku terpekik..
"Ouuw..
Sakit Bu..".
"Aku gemas
melihat dadamu".
Dia terus
memintaku meremas-remas payudaranya dan menghisap putingnya secara bergantian.
Lalu dia mulai menjilati tubuhku dari mulai leher perlahan-lahan turun kebawah
dan berhenti disekitar paha. Dia juga menjilati biji zakarku.
"Agh.. Ugh..
Ouhh.. Enak Bu.. Ugh..!!" desahku.
Bu Mina menggigit
pahaku di bagian dalam dekat pangkal paha seolah-olah mengingatkan ini bukanlah
sekedar mimpi basah tetapi kenyataan yang benar-benar sedang terjadi. Bu Mina
terus melanjutkan aksinya, kini dia jongkok di atas pahaku.
Tangannya meremas
kejantananku dan menggoyangkannya sebentar. Digesekkannya kepala kejantananku
pada bibir vaginanya, kemudian ia menurunkan pantatnya. Kepalaku sudah tertelan
dalam vaginanya. Terasa vaginanya berair. Dengan pelan pantatnya bergerak turun
sambil memutar-mutar. Kejantananku terasa ngilu dibuatnya.
"Ibu masukin
ya. Ayo To..!! Angkat ke atas..,.. Tunggu sebentar!" ia memberi komando.
Diganjalnya
pantatku dengan bantal, kuangkat pantatku sedikit untuk memudahkannya
mengganjal pantatku dan kemudian pantatnya semakin turun. Dan dengan perlahan
penisku masuk ke dalam sebuah lorong hangat. Aku merasakan penisku dihimpit
oleh benda hangat, basah dan berdenyut, sebuah sensasi kenikmatan yang sangat
luar biasa.
"Agh.. Auw..
Ooh.. Nikmat sekali, To!!" rintihnya terbata bata.
Kugerakkan
pinggulku memutar berlawanan arah dengan gerakan pingulnya. Dibenamkam penisku
dalam dalam sampai terasa tidak bisa masuk lebih dalam lagi, dan Bu Mina
menjerit. Tangannya memainkan putingku dan sesekali menjilat dan mengisapnya.
Aku menggigit bibir menahan rangsangan. Dia terus menggoyangkan pinggulnya
dengan teratur dan makin lama makin cepat.
"Ouchh..
Agh.. Ugh.. Oo.. Yes..!!" desisnya terdengar berulang-ulang.
Aku mempercepat
gerakanku mengimbanginya dan makin cepat lagi sampai akhirnya..
"Bu.. Aku..
Mau keluar nih.. Ouw..!!"
Memang kurasakan
jepitan vaginanya semakin keras dan kuat sampai sampai penisku terasa ngilu, Bu
Mina terus mempercepat gerakannya dan aku mulai merasakan sesuatu akan terjadi
pada tubuhku..
"Aku.. Bu..
Aku," aku memberontak.
"Ouhh To..
Aku juga..".
Kami tahu kalau
sebentar lagi akan mencapai puncak. Beberapa detik kemudian cairan kental
menyemprot beberapa kali keluar dari kemaluanku. Bu Mina pun menekankan pantat
sekerasnya ke arahku sehingga tulang pubisnya menekan biji penisku sampai
sakit. Kurasakan semprotannya sangat kuat dan banyak sampai sebagian keluar
dari vaginanya.
Setelah
membersihkan diri, kami saling berpelukan dan aku masih menikmati sisa sisa
kenikmatan tadi dalam keadaan telanjang bulat, hanya ditutup dengan selimut.
Napasku mulai normal dan keringatku sudah mengering. Kepala Bu Mina masih
berada di dadaku, matanya masih terpejam. Aku merenung sejenak, membayangkan
apa yang baru saja terjadi.
Kupeluk dia dan
kucium belakang telinganya dengan lembut. Ia menggerinjal. Kuremas dadanya
dengan lembut.
"Sudahlah
To, aku mau istirahat dulu sebentar. Kecuali kalau kau.."
Tanpa menunggu
lagi segera kulumat bibir indahnya.
"Hmm..
Kudaku rupanya mengajak berpacu lagi..".
Kami berciuman
lagi, semakin lama kembali semakin liar seiring dengan nafsu kami yang mulai
bangkit lagi. Tanpa terasa selimut yang tadinya menutup tubuh kami sudah
tersingkap jatuh ke lantai dan tubuh kami berdua kembali tidak tertutup apa-apa
lagi.
Bibir kami saling
berpagut, hangat. Kulumat bibir Bu Mina itu dengan penuh nafsu. Sekali-sekali
kugigit bibirnya dan kumainkan lidahku di atas langit-langit mulutnya. Nafsu
sudah menguasai kami berdua.
Kami semakin
tenggelam dalam birahi. Kini leher jenjang Bu Mina menjadi sasaran berikutnya.
Kuciumi dan kujilati sepuasnya. Hampir saja kugigit lehernya itu, kalau tidak
diingatkan oleh Bu Mina.
"Jangan To..
Nanti kelihatan orang", bisiknya.
Kupandangi tubuh
indah itu sesaat. Lidahku tahu-tahu sudah memainkan puting payudara yang
berwarna coklat muda dan keras itu. Pelan-pelan kaki kanannya ku angkat dan
kuletakkan di atas perutku.
Dalam posisi
telentang berdampingan jari kiriku memainkan bulu-bulu halus di sekitar
vaginanya, kemudian merambat menggesek-gesek lipatan pahanya. Pinggangnya
terangkat dan bergerak-gerak tidak beraturan. Kudengar Bu Mina melenguh-lenguh
tanda terangsang.
"Ahh..
Ouuhgh.. Sedaap.. Sshh.. Nikkmaatt.. Terusskan..".
Kakinya
kuturunkan dan dengan penuh nafsu serangan kuteruskan. Lidahku sudah berada di lipatan
pahanya, menggantikan jariku tadi. Kudekatkan hidungku ke sela pahanya. Sekilas
tercium bau segar yang khas.
Akhirnya kuserang
bibir vaginanya yang sudah mulai basah. Kujilat-jilat sambil sesekali menjepit
bagian dalam bibir vaginanya itu dengan kedua bibirku. Dengan sentuhan ringan
tanganku sesekali memainkan daging kecil sebesar biji kacang tanah. Rupanya
seranganku membuahkan hasil. Bu Mina bergetar keras dan mulai meracau.
"Hmm..
Sshh.. Ngghh.. Akhh. Aku juga mau To, berputar.. Berputar".
Tangannya
kemudian memegang kepalaku, meraih pinggang dan menangkap kakiku dan memutarnya
ke arah mukanya. Kuikuti saja kemauannya.
Kami berbaring
berlawanan arah. Aku tengkurap diatas tubuhnya. Selangkanganku berada di atas
mulutnya dan sebaliknya sambil kami terus melakukan stimulasi di sekitar paha.
Ia langsung melahap penisku sampai habis. Diisap-isap, dikocok-kocok dan
dijilati sampai puas. Gantian aku yang menggelinjang hebat.
"Mmhh..
Srup.. Srup..".
Penisku
dihisap-hisap dan dijilati sampai badanku merinding semua. Ia memberi isyarat
agar berubah posisi. Kami berguling ke samping dan kini masih tetap dalam
posisi kepalaku pada selangkangannya dan sebaliknya, aku sekarang yang berada
di bawah.
Rupanya dengan
posisi demikian ia lebih mudah menikmati penisku. Akupun demikian, lebih
leluasa untuk menjelajahi selangkangannya. Kami saling merintih dan melenguh
memberikan respon terhadap rangsangan yang diterima. Bu Mina menggelinjang
penuh kenikmatan ketika kujilat dan kugigit klitorisnya. Tetapi sebaliknya Bu Minapun
semakin gencar menyerang penisku dengan tak kalah hebatnya.
Kami tetap dalam
posisi ini sampai beberapa menit.
Tiba-tiba ia
menghentikan serangannya dan duduk di tepi ranjang. Ditariknya tanganku.
Kupeluk dari samping dan kemudian ditariknya badanku sehingga kami jatuh ke
karpet di lantai dekat ranjangku. Dipeluknya tubuhku dengan eratnya dan dengan
gencar menciumiku, sampai aku kesulitan mengambil napas. Suara dari ciuman
mulut kami semakin keras.
Sejenak kemudian
ia menghentikan gerakannya. Aku mencoba bangkit dan berusaha mengangkatnya
kembali ke ranjang. Tapi dia menggigit daun telingaku dan berkata lirih..
"Jangan To..
Tidak usah. Kita coba variasi lain.. Di bawah.. Di karpet saja".
Aku tidak jadi
mengangkatnya dan kembali kurebahkan di atas karpet yang lembut dan empuk.
Kutindih tubuhnya dan ia mengangkangkan kedua kakinya lebar-lebar. Kucoba untuk
menerobos lubang guanya, meleset, kucoba lagi dan meleset. Kepala penisku sudah
masuk dan menyentuh bibir vaginanya. Bu Mina merintih rintih minta agar aku
segera memasukkan penisku.
"Masukkan..
To.. Masukin sekarang!".
Rupanya dia tidak
sabar lagi. Ia segera menggenggam batang penisku dan mengarahkan ke vaginanya
yang merekah. Begitu seluruh kepala penisku yang besar sudah menerobos masuk ke
bibir vaginanya, ia tersentak dan menekan pantatku dengan kedua tangannya.
"Dorong To..
Anto dorong kuat-kuat," desahnya.
Kudorong pantatku
dengan kuat sampai semua batang penisku amblas di dalam liang guanya. Ia
berteriak agak kuat, kututup dengan tanganku. Ia menggoyangkan kepalanya ke
kanan ke kiri dan melakukan gerakan-gerakan tak beraturan.
"Naikkan
sedikit lebih ke atas dan turunkan lagi," desisnya.
Kuangkat pantatku
sedikit naik dan tangannya kemudian memegang pinggangku untuk membantuku
melakukan gerakan memompa. Gesekan kulit penisku dengan dinding vaginanya
membuat aku mendesis nikmat. Kucium dadanya dan kugigit sampai merah. Ia sudah
tidak peduli lagi dengan aksiku, hanya aku saja yang menjaga agar cupangku
tidak sampai pada bagian tubuh di luar baju, kelihatan orang nantinya.
Kini aku sudah
bisa menikmati dan melakukan gerakan memompa dengan terkendali. Payudaranya
kukulum sampai setengahnya dan putingnya kugigit kecil. Kepalanya tersentak
menengadah sehingga lehernya yang jenjang terlihat semakin menggairahkan. Kalau
mulutku di payudaranya, maka tanganku mengusap pipi dan lehernya, jika mulutku
ada di lehernya maka tanganku meremas payudaranya. Ia mengimbangi dengan
menggerakkan pinggulnya memutar sehingga penisku terasa seperti tersedot suatu
pusaran arus yang kuat.
Kutambah
kecepatan permainanku karena akupun merasa sudah mendekati saat-saat terakhir
menggapai puncak. Kurasakan darah mengalir deras ke penisku. Kugoyang, kugenjot
dan kugoyang terus. Putaran pinggulnya juga dipercepat. Tubuh kami saling
merapat. Akhirnya kusemburkan spermaku ke dalam vagina Bu Mina dengan menekan
pantatku kuat-kuat sampai menyentuh dinding rahimnya.
"Ouhh Bu
Mina.. Oouhh!!"
"To.. Anto..
Tahan sebentar.." Kurasakan dinding rahimnya berdenyut-denyut.
"Sekarang
To.. Sekarang ayo tusukkhh!!"
Aku mencapai
puncak kenikmatan terlebih dulu dan dalam hitungan sepersekian detik Bu Minapun
kemudian mendapatkan orgasmenya. Kulihat ia akan berteriak dan kusumbat dengan
mulutku karena akupun rasanya juga akan berteriak sambil memperketat pelukanku.
Penisku terus berdenyut-denyut dan kurasakan dinding vaginanyapun juga
berdenyut. Kedua kakinya terangkat ke atas dan bergerak-gerak seperti mengayuh
sepeda.
Semenit
berikutnya kami berpagut mesra. Hingga akhirnya ia mendorong tubuhku ke
samping.
"Kamu pintar
sekali," katanya sambil mencubit lenganku.
Akhirnya
menjelang sore kami check out dan pulang, sampai di rumah kurang lebih jam lima
sore. Kami berjanji tiga hari kemudian untuk berkencan lagi di Kaliurang.
Tiga hari seperti
yang dijanjikan pagi-pagi kami sudah ada dalam sebuah kamar di Kaliurang.
Kupeluk Bu Mina dari belakang dan kuusap pinggangnya. Kurapatkan tubuhku ke
tubuhnya sehingga kejantananku menekan belahan pantatnya. Ia mengenakan baju
model kebaya warna hijau dengan kancing di depan dada sampai perut. Celana
panjangnya berwarna hitam.
Sambil kupeluk
kubawa ia ke jendela sambil melihat puncak Gunung Merapi dan Gunung Merbabu di
kejauhan. Kucium tengkuknya dan ia menarik napas panjang..
"Hhmmh..
Anto".
Ia membalikkan
badannya. Mukanya sedikit mendongak, bibirnya yang merah merekah setengah
terbuka dan semakin mendekat ke bibirku. Kami berciuman dengan lembut namun
penuh gairah. Ia merogoh kantung celananya dan mengambil sebutir pil, dan
menyuruhku untuk meminumnya.
"To ini
diminum dulu agar kita bisa bermain sampai sore".
Kuambil pil itu
dan segera kutelan. Aku sebenarnya tidak terlalu percaya dengan khasiat obat
kuat. Kupikir staminaku masih mampu untuk mencapai tiga atau empat puncak,
bahkan sampai esok pagi rasanya masih mampu. Namun untuk menyenangkannya dan
kupikir tidak ada salahnya untuk mencoba khasiat obat ini.
Kubuka kancing
baju model kebayanya di depan dadanya dengan gigiku dan kemudian tanganku
melanjutkan untuk membukanya. Dadanya yang terbuka berwarna putih mulus terlihat
kontras dengan bra berwarna merah yang masih menutup payudaranya. Kucium
bahunya, kumainkan tali bra-nya. Ia memelukku dan mengusapkan pipinya di
kepalaku. Mulutnya menjilati lubang telingaku dan membisikkan kata-kata penuh
gairah..
"Ouhh Anto..
Hari ini akan menjadi hari panjang yang melelahkan. Kita akan menikmatinya
sepenuhnya.. Ouhh!"
Kucium dan
kugigit bagian dada di antara dua gundukan daging payudaranya. Kulitnya memerah
karena bekas gigitanku tadi. Ia tidak mencegahku untuk mencupangnya, bahkan ia
memintaku untuk melakukannya lagi.
"Anto..
Berikan lagi gigitanmu. Cupang aku.. Aoouhh!"
Kubuka bajunya
kemudian bajuku sendiri dengan posisi tetap berciuman dan berpelukan. Kudorong
tubuhnya ke ranjang dan kutindih tubuhnya. Bibirku menyusuri bahunya melepas
tali bra-nya lewat tangannya bergantian kanan kiri, kubiarkan bra-nya masih
menutup dadanya karena pengait dipunggungnya belum kubuka. Kembali bahunya yang
sudah terbuka kucium dan kugigit sampai memerah.
Aku bergerak
memutar sehingga berada di belakangnya. Kulepas pengait bra-nya, dan kutarik
dengan gigitanku. Kini dadanya terbuka polos. Dari belakangnya, tanganku
meremas pantatnya dan menciumi punggungnya yang putih. Tanganku meremas buah
dadanya yang kencang. Kuciumi leher dan belakang telinganya, kemudian
kugesekkan pipi kananku ke pipi kirinya.
Sambil kucium
punggungnya kini tanganku melepas celananya dan celana dalamnya sekaligus. Tak
lama celana dan celana dalamkupun sudah melayang. Aku tetap menciuminya sambil
berbaring miring di belakangnya. Kugigit punggungnya dan terus menyusuri
sekujur punggungnya ke bawah. Tanganku mengusap pantatnya dan buah pantatnya
kugigit pelan. Bu Mina menggelinjang.
Ia berbalik
dengan posisi dadanya di depan mukaku. Putingnya yang berwarna coklat kemerahan
digesekkannya di ujung hidungku dan segera kutangkap dengan bibirku. Mulutku
bergerak ke bawah perutnya, ia membuka pahanya agar memudahkan aksiku. Aku
hanya menggesekkan hidungku ke bibir vaginanya. Aku tidak ingin merangsangnya
dengan mulutku. Kepalaku bergerak ke atas dan menciumi ketiaknya yang terbuka,
karena tangannya berada di atas kepala sambil meremas bantal.
Kami berguling
sedikit dan sebentar kemudian ia sudah berada di atasku. Bibirnya lincah
menyusuri wajah, bibir dan leherku. Bu Mina mendorong lidahnya jauh ke dalam
mulutku, kemudian menggelitik dan memilin lidahku. Kubiarkan Bu Mina yang
mengambil inisiatif menyerang. Sesekali lidahku yang membalas mendorong
lidahnya. Tanganku meremas-remas payudaranya.
"Auhh,
Ayolah Anto.. Terus," ia merintih pelan.
Kemaluanku mulai
menegang dan mengeras. Kukulum payudaranya semuanya masuk ke dalam mulutku,
kuhisap dengan kuat, putingnya kumainkan dengan lidahku. Napasnya memburu
dengan cepat. Detak jantung kami semakin cepat meningkat.
"Ayo puaskan
aku sampai saat-saat terakhir sayang.. Ahh.. Auuh!" Bu Mina mendesis
ketika ciumanku berpindah turun ke leher dan daun telinganya.
Tangan kiriku
mulai menjalar di pangkal pahanya, kumasukkan jari tengahku ke belahan di
tengah selangkangannya dan kugesek-gesekkan ke dinding depan vaginanya.
"Ah sayang.
Kamu liar dan nakal".
Sementara itu
tangan kananku meremas halus buah dadanya. Tangannya tak mau kalah memegang,
meremas dan mnegocok kejantananku. Dengan ganas aku menciumi seluruh bagian
tubuh yang dapat kujangkau. Beberapa saat kemudian ereksiku sudah mendekati
maksimal. Kepalanya berdenyut menantang lawan di depannya.
Jari tengah
kiriku kugerakkan lebih cepat dan tubuhnya kemudian meliuk-liuk menahan
kenikmatan. Pinggulnya naik dan berputar-putar. Tangan kananku memelintir puting
payudara kirinya dan dan mulutku kini menggigit puting kanannya. Sementara jari
kiriku tetap mengocok lubang vaginanya. Semakin cepat kocokanku, semakin cepat
pula gerakan pantat dan pinggulnya.
Permainan tangan
kiriku kuhentikan dan kuarahkan kejantananku untuk memasuki liang vaginanya.
Sebentar kemudian dengan mudah aku sudah menembus guanya yang panas. Pinggulku
kugerakkan naik turun dan ia mengimbangi dengan memutar pinggulnya dan menaik
turunkan pantatnya. Harumnya parfum yang dipakainya sangat membantuku untuk
rileks namun juga sangat menimbulkan gairah. Kakinya menjepit pahaku dan kadang
dikangkangkan lebar-lebar. Kuciumi leher dan dadanya. Beberapa kali kugigit
sampai meninggalkan bekas kemerahan.
Kucabut penisku
dan kubalikkan tubuhnya, ia mengerti maksudku. Ia mengambil posisi nungging dan
menaikkan pantatnya yang memang masih kencang. Kuposisikan diriku di belakang
pantatnya. Diraihnya penisku dan segera diarahkan untuk menerjang guanya
kembali. Kuterjang vaginanya dengan kocokan lembut. Tanganku memegang pantatnya
dan membantu menggerakkan pantatnya maju mundur.
Ia mulai
menggelinjang dan mengejang lembut, kedua tangannya mencengkeram dan meremas
sprei.
"Ouhh..
Sudah To.. Kita.." ia merintih ketika pantatku kugerakkan ke belakang
sampai penisku hampir terlepas dan kumajukan dengan cepat. Kuulangi beberapa
kali lagi dan iapun menekankan kepalanya miring di atas bed.
"To.. Kita
kembali posisi.. Kita.. Aku.." ia menjerit dengan kata-kata yang tidak
jelas.
Ia memintaku
untuk kembali dalam posisi semula. Kembali kucabut penisku dan segera
kurebahkan kembali dalam posisi konvensional. Aku tahu ia, dan aku juga, hampir
mengakhiri babak pertama ini. Kami bergerak berputar-putar. Setiap kutatap
mukanya yang mengairahkan, maka akupun terpacu untuk membagi kenikmatan yang
lebih kepadanya.
Bunyi desah napas
dan erangan kami semakin sering dan kuat, memenuhi seluruh sudut kamar.
Vaginanya kugenjot semakin cepat dan kuangkat kaki kirinya dan kulipat sehingga
lututnya menempel di perutnya. Dengan satu kaki terangkat dan satu lagi
dikangkangkannya lebar-lebar ia semakin meracau..
"Ouahh..
Uuhh!".
Dinding vaginanya
mulai berdenyut dan akupun sudah mencapai sebuah titik dimana aku tidak bisa
kembali lagi dan harus kuraih puncak itu. Kakinya yang tadi kulipat kukembalikan
lagi dan segera kedua pahanya menjepit pinggangku.
"Sekarang Bu
Min.. Naahh.. Aku mau kell.. Lluu.. Arr.. Ghh," aku menggeram keras.
Pinggulnya naik menjemput kejantananku. Kutekankan kejantananku dalam-dalam di
vaginanya.
"Ouhh Anto..
Aku juga samm.. Paaiihh!" ia pun memekik kecil.
Giginya
dibenamkan di bahuku sampai membekas. Jepitan kakinya semakin ketat dan
denyutan di vaginanya terasa meremas penisku. Ditekan-tekannya pantatku ke
bawah dengan betisnya. Setelah beberapa saat kami sama-sama terkulai lemas
Udara sejuk
Kaliurang yang bertiup dari luar kamar sangat membantuku untuk mengembalikan
tenaga. Bu Mina masih mengusap dan mempermainkan bulu dadaku. Ia berbaring
miring di sebelahku dengan kaki kananya membelit kakiku. Kupeluk bahunya dan kuusap-usap
dengan lembut.
"Aku tidak
ingin hari ini berlalu dengan cepat. Aku masih ingin bersamamu berbagi
kenikmatan," katanya sambil mengecup lenganku.
Setelah beberapa
saat kemudian, maka napas dan detak jantung kami pun kembali normal. Setelah
mengobrol dan bercanda, sejam kemudian Bu Mina sudah merengek minta untuk masuk
babak berikutnya. Aku masih menatap dan menikmati pemandangan tubuh aduhai yang
sedang dalam keadaan telanjang telentang di sampingku.
Ia naik ke atas
tubuhku dan mencium bibir, leher dan telingaku. Mulutku menghisap kedua
payudaranya, kugigit putingnya bergantian. Ia hanya melenguh dan gairah kami
berdua pun mulai timbul.
Tangannya
menyusup di sela pahaku, kemudian mengelus, meremas dan mengocok penisku.
Pantatku sesekali kunaikkan dan menahan napas. Bibirnya mengarah ke leherku,
mengecup, menjilatinya. Napasnya dihembuskan dengan kuat ke dalam lubang
telingaku. Kini dia mulai menjilati putingku dan tangannya mengusap bulu dadaku
kemudian menjalar sampai ke pinggangku. Aku semakin terbuai kenikmatan. Kupeluk
dan kuusap pungungnya dengan kuat.
Tangan kiriku
dibawanya ke celah antara dua pahanya. Jari tengahku masuk, mengusap dan
menekan bagian depan dinding vaginanya dan bersama ibu jari menjepit dan
memilin sebuah tonjolan daging sebesar kacang. Setiapkali aku mengusap dan
memilinnya Bu Mina mendesis keras..
"Sshh..
Ouhh.. Sshhss"
Ia melepaskan
tanganku dari selangkangannya. Mulutnya bergerak ke bawah, menjilati perutku.
Tangannya masih mempermainkan penisku, bibirnya terus menyusuri perut dan
pinggangku, semakin ke bawah dan kemudian mengecup kepala penisku. Lidahnya
membelah masuk ke lubang kencingku. Aku merasa seperti disengat ribuan lebah
dan secara refleks mengencangkan ototku. Dua buah telur yang menggantung di
bawahnya kemudian diisapnya. Aku hanya menahan napasku setiap ia mengisap
telurku.
Bu Mina kembali
bergerak ke atas, tangannya masih memegang dan mengusap kejantananku yang telah
berdiri tegak. Kembali kami berciuman. Buah dadanya kuremas dan putingnya
kupilin dengan jariku sehingga dia mendesis perlahan dengan suara merintih..
"Sshh
hhiihh.. Sshh.. Ngghh.."
Perlahan-lahan
diturunkankan pantatnya sambil memutar-mutarkannya. Kepala penisku dipegang
dengan jemarinya, kemudian digesek-gesekkan di mulut vaginanya. Terasa sudah
mulai lembab karena cairan dinding vaginanya. Dia mengarahkan kejantananku
untuk masuk ke dalam vaginanya. Ketika sudah menyentuh bibir guanya, maka
ditekannya pantatnya perlahan. Akupun menaikkan pantatku menyambutnya. Bu Mina
merenggangkan kedua pahanya dan segera kepala penisku sudah mulai menyusup di
bibir vaginanya.
"Ayolah Bu
Mina.. Dorong.. Akan kusambut dari bawah..!!"
Bu Mina semakin
menekan pantatnya dan peniskupun semakin dalam masuk ke lorong nikmatnya.
"Ouhh.. Bu
Mina," desahku setengah berteriak.
Bu Mina bergerak
naik turun dan memutar. Perlahan-lahan kugerakkan pinggulku. Karena gerakan
memutar dari pinggulnya maka penisku seperti tersedot sebuah tabung vakum. Bu
Mina mulai mempercepat gerakannya, namun kupegang dan kutahan pantatnya,
kemudian aku yang mengatur kecepatan gerakan pantatku dari bawah dengan
perlahan. Bu Mina membuat denyutan-denyutan di dalam lubang vaginanya.
"Bu Mina..
Pelan saja. Kita nikmati saat-saat ini" desisku sambil mencium dadanya.
Aku ingin
mengiringinya berlayar mengarungi samudra percintaan. Kami saling menjepit
sebelah kaki dengan dua kaki kami. Kaki kirinya kujepit dengan kakiku dan
demikian juga kaki kiriku dijepit dengan dua kakinya. Dalam posisi ini ditambah
dengan denyutan pada kemaluan kami masing-masing terasa nikmat sekali.
Kepalanya direbahkan di dadaku dan mengecup putingku.
Tanganku menarik
rambutnya ke belakang sampai kepalanya terangkat. Kucium dan kuremas buah
dadanya yang menggantung. Setelah kujilat dan kukecup lehernya kulepaskan
tarikan pada rambutnya dan kepalanya turun kembali kemudian bibirnya
mencari-cari bibirku. Kusambut mulutnya dengan satu ciuman yang dalam dan lama.
Bu Mina kemudian
mengatur gerakannya dengan irama lamban namun disertai dengan denyutan pada
dinding vaginanya. Pantatnya diturunkan sampai menekan pahaku sehingga penisku
terbenam dalam-dalam menyentuh dinding rahimnya.
Ia menegakkan
tubuhnya sehingga ia dalam posisi duduk setengah jongkok di atas
selangkanganku. Ia kemudian menggerakkan pantatnya maju mundur sambil menekan
ke bawah sehingga penisku tertelan dan bergerak ke arah perutku. Rasanya
seperti diurut dan dijepit sebuah benda yang kuat namun lunak. Semakin
lama-semakin cepat ia mengerakkan pantatnya, namun tidak ada kasar atau
menghentak-hentak. Aliran darah yang mengalir ke penisku kurasakan semakin
cepat dan mulai ada aliran yang merambat di sekujur tubuhku.
"Ouhh..
Sshh.. Akhh!" Desisnya pun semakin sering.
Aku tahu sekarang
bahwa ia pun akan segera mengakhiri pertarungan ini dan menggapai puncak
kenikmatan. Aku menggeserkan tubuhku ke atas sehingga kepalaku menggantung di
bibir ranjang. Ia segera mengecup dan menciumi leherku.
"Anto..
Sebentar lagi kita akan sampaiihh.. Ouhh!"
Desiran dan
aliran di saluran kencingku makin kencang. Aku bangkit dan duduk memangku Bu
Mina. Penisku kukeraskan dengan menahan napas dan mengencangkan otot antara
buah zakar dan anusku. Ia semakin cepat menggerakkan pantatnya maju mundur
sementara bibirnya ganas melumat bibirku dan tangannya memeluk leherku.
Tanganku memeluk pinggangnya dan membantu mempercepat gerkan maju mundurnya. Ia
sedikit mengangkat lututnya dan berteriak keras.
"Antoo
oohh.. Ayo.. Berikan aku.."
"Bu Mina..
Sekarang.. Kuberi..!"
Kutarik tubuhnya
dan kembali kurebahkan tubuhnya ke atas tubuhku, matanya melotot dan bola
matanya memutih. Giginya menggigit bahuku dan mendesah..
"Anto..
Sekarang sayangku.. Sekarang.. Hhuuaahh!"
Ia kini memekik
kecil. Pantatnya menekan kuat ke bawah. Dinding vaginanya berdenyut kuat
menghisap penisku. Aku menahan tekanan pantatnya dengan menaikkan pinggulku.
Bibirnya menciumiku dengan ciuman ganas dan sebuah gigitan pada bahuku. Satu
aliran yang sangat kuat membersit lewat lubang meriamku. Kupeluk tubuhnya
erat-erat dan kutekankan kepalanya di dadaku. Napas yang putus-putus terdengar
dan setelah sebuah tarikan napas panjang ia terkulai lemas di atas tubuhku.
Keadaan menjadi sunyi.
Hari itu masih
kami isi dengan dua kali percumbuan yang panjang. Percumbuan terakhir
berlangsung dengan foreplay yang lama dan sejam kemudian kami mengejang dan
mengerang bersama. Kami berendam air panas di bath tub dengan berpelukan dan
saling meremas jari.
Bu Mina memintaku
untuk pulang esok pagi, namun kutolak dengan alasan besok pagi ada urusan ke
kecamatan. Hmmhh, Bu Mina yang supel!!
TAMAT
Mantap sekali gan postinganya moga semakin rame blog ini
BalasHapusane nitip link dikit trimakasih
si Bidan sexy
Ayam kampus
semok-semok Dewata