Sore itu sepulang kerja aku
berjalan dari Harmoni ke arah Kota melalui sisi jalan Hayam Wuruk. Siapa tahu
ada petualangan baru yang akan kualami. Biasanya di sepanjang jalan Hayam Wuruk
banyak wanita-wanita yang pulang kantor sedang menunggu kendaraan atau untuk
dikendarai juga, kata orang. Kadang-kadang juga ketemu dengan wanita yang
berdandan rapi memakai blazer, namun setelah bicara panjang lebar ia hanyalah
seorang wanita yang sedang menunggu mangsa.
Sesampainya di sebuah pintu
hotel kecil ada seorang wanita yang sedang berdiri di sana. Aku berpikir
mungkin ia nunggu teman untuk check in atau malahan sudah check out. Aku
berhenti di dekatnya seolah-olah sedang menunggu bis kota.
Ia terkejut dan terdiam sesaat
ketika kusapa, "Mau ke mana Bu?"
"Ahh.. Eee dari ketemu
teman tadi".
Kuperhatikan dia. Kutaksir
umurnya tiga puluh limaan. Badannya mungkin sedikit overweight, namun kencang.
Sementara dadanya yang 36 terlihat membusung ke depan. Rambutnya dijepit di
bagian tengkuknya memperlihatkan sebuah leher yang mulus, meskipun tidak
terlalu panjang.
Ketika kutatap, ia membalas
tatapanku sebentar kemudian berpaling.
"Maaf, kukira Ibu baru
keluar dari hotel ini," kataku kemudian.
"Nggak, tadi habis senam
di Sawah Besar dan sekarang mau pulang ke Bogor".
Jauh amat senamnya, pikirku.
Masakan di Bogor nggak ada sih tempat senam? Kelihatannya ia tidak marah dengan
ucapanku tadi. Malahan ia sempat membalas ucapanku tadi.
"Mas mau masuk?"
tanyanya.
"Ah, nggak saya juga cuma
jalan-jalan menuruti kaki melangkah sambil menunggu jalanan sedikit
lancar," kataku.
Setelah ngobrol maka dapat
kusimpulkan dia seorang tante-tante bispak, kucoba mengajaknya untuk check in.
"Masuk yuk, kita
istirahat!" ajakku yakin.
Ia menatapku dan berkata,
"Bukannya aku tidak mau. Tapi aku mau pulang ke Bogor. Kalau besok saja
bagaimana? Kita ketemu disini agak siangan".
Setelah kurayu-rayu ia tetap
tidak mau check in hari ini, dan mengajakku besok. Aku sudah terlanjur
"naik", maka harus kuselesaikan urusan ini sampai tuntas.. Tas.
Akhirnya ia naik bis Patas AC
jurusan Kampung Rambutan yang melintas. Aku berpikir cepat, biarlah kuikuti dia
sampai ke Bogor. Sementara bis masih berjalan pelan karena kondisi lalu lintas
macet. Aku berlari kecil dan melompat ke dalam bis tadi lewat pintu belakang.
Kucari-cari dari belakang
dimana wanita tadi duduk. Ternyata ia duduk di deretan bangku kiri dan
sebelahnya kosong sehingga aku dapat duduk di sampingnya. Ia kembali terkejut
ketika aku meletakkan pantatku di tempat duduk sebelahnya.
"Eh kamu, bandel! Ngapain
naik bis ini?" katanya.
"Aku mau ikut saja ke
Bogor. Ada teman juga kok di sana. Nanti bisa nginep di rumahnya," kataku.
Ia mengeleng-gelengkan
kepalanya. Sambil ngobrol lagi kini aku semakin tahu banyak tentangnya. Namanya
Ema, suaminya seorang pelaut, kemarin baru saja berangkat berlayar. Ia memang
baru selesai senam tadi. Baju senamnya dibungkus dan disimpan di tasnya.
Ia berterus terang ketika aku
pertama menyapanya. Katanya wajahku mririp sekali dengan kekasih gelapnya yang
kini dipindah tugasnya ke luar Jawa. Makanya ia kaget dan berkomentar.
"Aku tadi kaget sekali
dan seolah-olah baru bangun tidur melihatmu. Apalagi ketika kamu mengajakku
check in. Kamu berani-beraninya membangunkan macan tidur!!".
"Suamimu baru saja
berangkat, pasti habis-habisan dong malam sebelumnya?" tanyaku memancing.
"Ahh, hanya dua kali
saja. Itupun sudah dua malam yang lalu," jawabnya santai.
Setelah kurayu lagi akhirnya ia bersedia untuk menginap denganku. Katanya, "Baiklah, kita nginep di tempat aku dan pacarku biasa berkencan".
Setelah kurayu lagi akhirnya ia bersedia untuk menginap denganku. Katanya, "Baiklah, kita nginep di tempat aku dan pacarku biasa berkencan".
Berhasil!!
Akhirnya sampai di Bogor pun
kami terus menuju ke arah Ciawi. Sebelum sampai Ciawi kami turun dan segera
masuk ke dalam sebuah hotel. Agaknya memang benar apa yang dikatakannya.
Resepsionisnya sudah mengenalnya. Tetapi dia melirikku seolah-olah mengingat
sesuatu. Mungkin saja resepsionis tadi berpikir bahwa kok ibu ini sudah ganti
pasangan. Sebenarnya kami mau pesan nasi goreng, tapi kata penjaga restorannya,
makanan sudah habis.
Kamipun masuk ke dalam kamar.
Ema memintaku untuk membeli nasi bungkus saja. Namun kupikir lebih baik mandi
saja dulu. Ema pun melepas seluruh pakaiannya di depanku dan segera masuk ke
kamar mandi. Badannya meskipun sedikit gemuk, tapi kencang. Dadanya yang besar
dengan puting berbentuk dadu sudah menantangku. Ia kembali menata rambut dan
menjepitnya di bagian tengkuk.
Aku pun segera melepas
pakaianku dan menyusulnya masuk ke kamar mandi. Kami saling menyabuni tubuh
sambil berpelukan dan berciuman. Kusabuni payudaranya dan kuremas-remas,
sementara ia menyabuni kejantananku dan mengocoknya. Setelah membilas dengan
air, maka payudaranya kuisap-isap dan kupermainkan dengan lidahku. Ema mendesah
dan memelukku. Ia menciumi leherku. Kulepaskan isapan pada payudaranya dan
Emapun gantian menyerang dadaku.
Mencium dan menjilati putingku
bergantian kiri dan kanan.
Mulutnya terus bergerak ke
bawah, mengitari pusarku dan semakin ke bawah. Penisku yang kedinginan segera
dikulum dan diisapnya. Kepala penisku dijilatinya dan kemudian kembali
mengulumnya sampai habis. Buah zakarkupun tak luput dari serangan mulutnya.
Sementara mulutnya mengisap buah zakar, maka tangannya memijit dan mengocok
batang penisku. Aku meremas rambutnya sambil menahan kenikmatan yang
diberikannya pada penisku.
Kuangkat tubuhnya dan kembali
kami berciuman dengan ganasnya. Kudorong ia ke arah bak air dan kemudian
kududukkan pada bibir bak. Kakinya sudah mengangkang mengundangku untuk segera
menjilat pangkal pahanya. Segera kususuri betis hingga pahanya dan kemudian
lidahku sudah menggelitik vaginanya yang kemerahan. Ia semakin menekan kepalaku
ke selangkangannya dan meremas-remas rambutku. Sementara itu tanganku bekerja
mengusap, meremas dan memilin payudaranya. Akhirnya ia sudah tidak sabar minta
kusetubuhi.
"Anto cepat To.. Ayo aku
sudah tidak tahan lagi. Masukin Oohh.. Masukin!"
Aku berdiri dan mengarahkan
penisku ke vaginanya. Untunglah bak mandi tersebut tidak begitu tinggi sehingga
dengan sedikit mengangkat kaki, maka penisku sudah amblas ke dalam vaginanya.
Kupompa vaginanya, sementara
bibir kami di atas juga saling berpaut. Tangannya memeluk punggungku sedangkan
tanganku meremas payudaranya atau mengusap pinggulnya. Semakin lama kurasakan
lututku tidak kuat lagi untuk menahanku melakukan genjotan di vagina Ema.
Emapun sudah tidak nyaman duduk di atas bak mandi. Kucabut penisku dan kamipun
keluar dari kamar mandi menuju ranjang dengan saling berciuman dan meremas.
Kurebahkan tubuhnya di ranjang
dan sebentar kemudian kami sudah kembali bergerak mencari kenikmatan agar
segera tuntas gairah kami. Ia memutar pinggulnya dan penisku tersedot
sedemikian rupa sehingga kadang aku harus menghentikan gerakanku agar maniku
tidak cepat tumpah. Dinding vaginanya sama sekali tidak berdenyut, namun
sedotan akibat gerakan memutar pinggulnya membuatku untuk cepat menyelesaikan
babak ini.
Kukencangkan penisku dan
kukocok vaginanya dengan cepat sampai terdengar bunyi paha beradu dan seperti
tanah becek yang terinjak kaki. Semakin cepat kami bergerak, maka sedotan pada
peniskupun semakin kuat sehingga akhirnya..
"Ema.. Ohh Ema aku tidak
kuat lagi..!"
"Tunggu sebentar.. To,
Jangan keluar dulu. Tunggu, kita sama-sama keluar!"
Ia mengendorkan gerakannya
untuk menurunkan gairahku. Setelah gairahku turun, kupacu lagi kuda binalku ini
untuk segera mencapai finish.
"Anto.. Yak.. Ayo sekarang,
kamu boleh keluarkan. Kita sama-sama..!"
Ia menggigit lenganku. Segera
kuhantam dengan keras pangkal pahanya dengan penisku dan Croott.. Crott..
Crott. Iapun mengejang dan merapatkan tubuhnya padaku. Menyemburlah spermaku di
dalam vaginanya dan kamipun berpelukan lemas.
"Hampir saja aku nggak
kebagian. Kamu terlalu bernafsu To, makanya kamu cepat keluar," katanya
sambil terengah-engah.
"Sorry Em, memang aku
tadi terlalu bernafsu. Tapi kita masih punya waktu sampai pagi kan. Yang kedua
ini pastilah kamu akan kupuaskan sampai menjerit-jerit," kataku
meyakinkan.
Setelah berpakaian akupun
keluar dan membeli makanan untuk kami berdua. Setelah makan kami sempat
tertidur beberapa lama dan aku terbangun ketika Ema mendesakkan dadanya yang
besar ke punggungku.
"To.. Apakah kamu sudah
ba.. ngg.."
Aku membalikkan badan dan
segera menyambar bibirnya yang belum sempat menyelesaikan kalimatnya. Segera
gairah kamipun naik kembali. Kami mulai terangsang dan tubuh kami mulai hangat.
Debaran jantung mulai cepat berpacu dan tarikan napas menjadi dalam dan berat.
Kali ini Ema meminta untuk
posisi 69. Aku berada di bawah tubuhnya, sementara mulut kami sudah sibuk
dengan pekerjaannya. Mulutku menjilati pangkal pahanya yang mengangkang lebar
di atasku. Kujilat clitnya dan kujepit dengan bibirku. Sementara itu dengan
penuh semangat Ema menjilat, mengulum dan mengisap penisku.
Setelah mulut kami puas
bermain di selangkangan, maka tubuhnya berputar sehingga kami berhadapan muka.
Aku berguling sehingga kini Ema mengangkang di bawahku. Tangannya bermain di
bawah perutku. Tanganku meremas payudaranya dan memilin putingnya. Dengan
bantuan tangannya kucoba memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Ia
menggerak-gerakkan pantatnya untuk membantu usahaku. Digesekkan kepala penisku
pada bibir vaginanya. Setelah cukup banyak lendirnya ia berbisik.
"Masukkan To..
Dorong".
Kudorong pantatku dengan pelan
dan akhirnya batang meriamku bisa masuk dengan lancar ke dalam guanya. Ema
memelukku dan menciumi daun telingaku. Aku merinding. Dadanya yang besar dan
padat menekan dadaku. Kucium bibirnya dan kuremas buah dadanya.
"Ouhh ayo To.. Aku..
Dorong leebih kuat.. Ayo dorong.."
Aku menurunkan pantatku dan
segera penisku sudah tengelam dalam lubangnya.
"To.. Enak sekali, aku..
Oukhh"
Ia memekik kecil, lalu kutekan
kemaluanku sampai amblas. Tangannya mencengkeram punggungku. Tidak terdengar
suara apapun dalam kamar selain deritan ranjang dan lenguhan kami. Kucabut
kemaluanku, kutahan dan kukeraskan ototnya. Pelan-pelan kumasukkan kepalanya
saja ke bibir gua yang lembab dan merah. Ema terpejam menikmati permainanku
pada bibir kemaluannya.
".. Hggk..". Dia
menjerit tertahan ketika tiba-tiba kusodokkan kemaluanku sampai mentok ke
rahimnya.
Kumaju mundurkan dengan pelan
setengah batang beberapa kali kemudian kumasukkan dengan kuat sampai semua
batangku amblas. Ema menggerakkan pinggulnya memutar dan mengimbangi irama naik
turunku sehingga kami bisa sama-sama meraskaan kenikmatan yang luar biasa.
Kejantananku seperti dipelintir rasanya. Kusedot payudaranya dan kumainkan
putingnya dengan lidahku.
Ema seperti mau berteriak
menahan sesuatu. Ia memukul-mukul dadaku dan menggigitnya dengan liar.
"Auuhkhh.. Terus..
Teruskan.. Anto.. Enak sekali.. Ooh"
Kini kakiku menjepit kakinya.
Ternyata vaginanya nikmatnya memang luar biasa, meskipun agak becek namun
gerakan memutarnya seperti menyedot penisku. Aku mulai menggenjot lagi. Ema
seperti seekor kuda liar yang tidak terkendali. Keringat membanjiri tubuh kami.
Kupacu tubuh Ema untuk mendaki lereng terjal kenikmatan. Kami saling meremas,
memagut, dan mencium. Kubuka lagi kedua kakinya, kini betisnya melilit di
betisku. Matanya merem melek. Aku siap untuk memuntahkan peluruku.
"Ema, aku mau keluar..
Sebentar lagi Ema.. Aku mau..".
"Kita sama-sama To,
Ouououhh..". Ema melenguh panjang.
Sesaat kemudian..
"Sekarang Ema. Ayo
sekarang.. Ouuhh" Aku mengerang ketika peluruku muntah dari ujung rudalku.
"Anto.. Agghh"
kakinya menjepit kakiku dan menarik kakiku sehingga kejantananku tertarik mau
keluar.
Aku menahan agar posisi
kemaluanku tetap dalam vaginanya. Matanya terbuka lebar, tangannya mencakar
punggungku, mulutnya menggigit dadaku sampai merah. Kemaluan kami saling
membalas berdenyut sampai beberapa detik. Setelah beberapa saat kemudian
keadaan menjadi sunyi dan tenang. Sebelum mandi pagi, aku sebenarnya masih mau
naik sekali lagi, namun ia menolaknya dengan alasan lelah dan sudah pagi.
Esok paginya kami berpisah.
Kami berjanji untuk bertemu minggu depan. Aku sempat memberikan kartu namaku
dan meminta nonor teleponnya, tetapi ia tidak mau memberikannya. Minggu
depannya aku menunggu di tempat yang kami sepakati, namun ternyata ia tak
datang dan aku tak tahu harus mengubunginya kemana.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar